1. KEWARGANEGARAAN : (ASAS, UNSUR,
STATUS DAN PERMASALAHAN, CARA MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN)
Warga
Negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang
menjadi unsur negara. Warga Negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap
negaranya, dan mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik
terhadap negaranya.
Dalam
konteks Indonesia, sesuai dengan UUD 1945 pasal 26, yang dimaksud dengan Warga
Negara yaitu bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disyahkan undang-undang
sebagai warga negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 26 ini dinyatakan bahwa
orang-orang bangsa lain misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Cina,
peranakan Arab dan lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui
Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik
Indonesia, dapat menjadi warga negara.
Selain
itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/ 1958 dinyatakan bahwa warga negara
Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian
dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945
sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Setiap
negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan
seseorang. Dalam menerapkan asas kewarganegaraan, dikenal dengan dua (2)
pedoman yaitu :
Asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran,
Dari sisi kelahiran, ada dua (2)
asas kewarganegaraan yang sering dijumpai yaitu :
a. Ius
Soli (tempat kelahiran), yaitu
pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat daerah kelahiran, sebagai
contoh, jika sebuah negara menganut asas Ius Soli maka
seseorang yang dilahirkan di negara tersebut mendapatkan hak sebagai warga
negara.
b. Ius
Sanguinis (keturunan), yaitu
pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan. Maka seseorang yang
lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara Indonesia
misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang
tuanya yakni warga negara Indonesia.
Asas
kewarganegaraan berdasarkan perkawinan. Sedangkan dari sisi
perkawinan ini dikenal pula :
a. Asas kesatuan hukum, yaitu berdasarkan
paradigma bahwa suami istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat
yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak terpecah dan mencerminkan
adanya suatu kesatuan yang bulat. Dan untuk menciptakan kesatuan tersebut, semuanya
harus tunduk pada hukum yang sama.
b. Asas
persamaan derajat, yaitu ditentukan bahwa suatu
perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing
pihak. Baik suami/ istri tetap berkewarganegaraan asal.
Adapun
unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan yaitu :
1. Unsur darah keturunan (Ius Sanguinis) misalkan
dianut oleh negara Inggris, Amerika, Perancis, Jepang dan Indonesia.
2. Kemudian unsur daerah tempat kelahiran (Ius
Soli) yang juga dianut oleh negara amerika, Inggris, Perancis, dan
juga Indonesia. Tetapi di Jepang prinsip ini tidak berlaku.
3. Dan juga unsur pewarganegaraan (naturalisasi).
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif, ada pula yang pasif. Dalam
pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau
mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan dalam
pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu
negara/ tidak mau diberi/ dijadikan warga negara suatu negara, maka yang
bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi yaitu hak
untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.
C. STATUS KEWARGANEGARAAN
Kemudian
beberapa persoalan yang berkenaan dengan status kewarganegaraan seseorang dalam
sebuah negara dikenal dengan istilah :
1.Apatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang tidak mempunyai status
kewarganegaraan. Sebagai contoh, seseorang yang orang tuanya lahir di negara
yang menganut asas Ius Soli, lahir di negara yang menganut
asas Ius Sanguinis.
2.Bipatride, yaitu istilah yang digunakan untuk orang-orang yang memiliki
kewarganegaraan rangkap (dwi kewarganegaraan). Ini terjadi ketika seseorang
yang orang tuanya hidup di negara yang menganut asas Ius Sanguinis,
lahir di negara yang menganut asas Ius Soli. 3. Multipatride, yang
istilah yang digunakan untuk menyebutkan status kewarganegaraan seseorang yang
memiliki dua (2)/ lebih status kewarganegaraan.
Pada
umumnya ada dua (2) kelompok warga negara dalam suatu negara, yakni warga
negara yang memperoleh status kewarganegaraannya melalui stelsel pasif(warga
negara by operation of law) dan warga negara yang memperoleh status
kewarganegaraannya melalui stelsel aktif (warga negara by
registration).
D. CARA MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN
Dalam
penjelasan umum Undang-Undang No. 62/ 1958, ada tujuh (7) cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia yaitu :
1. Karena kelahiran
dengan bukti surat akta kelahiran.
2. Karena
pengangkatan dengan bukti surat pengangkatan dalam kutipan pernyataan sah buku
catatan pengangkatan anak asing dari peraturan pemerintah No. 67/ 1958 sesuai
dengan surat edaran Menteri Kehakiman No. JB. 3/2/25 butir 6, tanggal 5 Januari
1959.
3. Karena
dikabulkan permohonannya dengan bukti surat kewarganegaraan karena dikabulkan
permohonan dalam petikan keputusan Presiden tentang permohonan tersebut (tanpa
pengucapan sumpah dan janji setia).
4. Karena
pewarganegaraan dengan bukti surat kewarganegaraan dalam petikan keputusan
Presiden tentang pewarganegaraan tersebut yang diberikan setelah pemohon
mengangkat sumpah dan janji setia.
6. Karena turut
ayah dan ibu.
7. Karena
pernyataan dengan bukti surat kewarganegaraan karena pernyataan sebagaimana di
atur dalam surat edaran Menteri Kehakiman No. JB. 3/ 166/22 tanggal 30
September 1958 tentang memperoleh/ kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia dengan pernyataan.
Sebagai warga negara, ia mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Dan
mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap
negaranya. Adapun hak warga negara Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 dan
berbagai peraturan lainnya. Diantara hak-hak warga negara yang dijamin dalam
UUD 1945 adalah hak asasi manusia yang rumusan lengkapnya tertuang dalam pasal
28 UUD perubahan kedua, yang meliputi hak kebebasan beragama dan beribadat
sesuai dengan kepercayaanny, bebas untuk berserikat dan berkumpul (pasal 28 E),
hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, hak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja, hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, hak
atas status kewarganegaraan (pasal 28 F) dan hak-hak asasi lainnya. Sedangkan
contoh kewajiban setiap warga negara adalah kewajiban membayar pajak, membela
tanah air (pasal 27), membela pertahanan dan keamanan negara, menghormati hak
asasi orang lain, dan mematuhi pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal
28 J) dan berbagai kewajiban lainnya dalam undang-undang.
Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warga negara adalah terlibatnya
warga (langsung/ perwakilan) dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut
sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian
dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.
Sumber : Pendidikan Kewargaan (Civic
Education)
a.
Unsur - Unsur Dasar Wawasan Nusantara
Batas ruang lingkup wilayah
nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya terdapat gugusan ribuan pulau
yang saling dihubungkan oleh perairan. Oleh karena itu Nusantara dibatasi oleh
lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan didalamnya.Setelah bernegara
dalam negara kesatuan Republik Indonesia, bangsa indonesia memiliki organisasi
kenegaraan yang merupakan wadah berbagi kegiatn kenegaraan dalam wujud
suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam kehidupan bermasyarakat
adalah lembaga dalam wujud infrastruktur politik.Letak geografis negara berada
di posisi dunia antara dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia,
dan antara dua benua, yaitu banua Asia dan benua Australia. Perwujudan wilayah
Nusantara ini menyatu dalam kesatuan poliyik, ekonomi, sosial-budaya, dan
pertahanan keamanan.
Bagi Indonesia, tata inti organisasi
negara didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara
kekuasaaan pemerintah, sistem pemerintahan, dan sistem perwakilan. Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
c.
Tata Kelengkapan Organisasi
Wujud tata kelengkapan organisasi adalah
kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh
rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat,
kalangan pers seluruh aparatur negara. Yang dapat diwujudkan demokrasi yang
secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan secara ideal berdasarkan dasar
filsafat pancasila.
2.
Isi Wawasan Nusantara
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta
tujuan nasional yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi
yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti
tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan
kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal
yang essensial, yaitu:
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian
cita-cita dan tujuan nasional.
b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan
nasional.
Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia
meliputi :
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang
menyebutkan :
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3) Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh
menyeluruh meliputi :
1. Satu kesatuan wilayah nusantara yang mencakup daratan perairan dan
dirgantara secara terpadu.
2. Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta
satu ideologi dan identitas nasional.
3. Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia
atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
4. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas
kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
5. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu system terpadu, yaitu
sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).
6. Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.
3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
Tata laku merupakan dasar interaksi antara wadah dengan isi, yang terdiri dari
tata laku tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan
jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa indonesia, sedang tata
laku lahiriah tercermin dalam tindakan , perbuatan, dan perilaku dari bangsa
Indonesia. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti
kemanunggalan. Meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian
bangsa indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa
bangga dan cinta kepada bangga dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme
yang tinggi dalm segala aspek kehidupan nasional.
b.
Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat
wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian cara pandang yang
selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional. Hal
tersebut berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur negar harus berpikir,
bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan
negara Indonesia . Demikian juga produk yang dihasilkan oleh lembaga negara
harus dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia, tanpa
menghilangkan kepentingan lainnya, seperti kepentingan daerah, golongan dan
orang per orang.
c. Tantangan implementasi wawasan
nusantara dengan adanya era Kapitalisme
Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang
meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan
sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan
intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan
secara besar-besaran untung kepentingan-kepentingan pribadi. Walaupun demikian,
kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima
secara luas.Implementasi atau penerapan wawasan nusantara harus tercermin pada
pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan
kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok .
Dengan kata lain, wawasan nusantara
menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka
menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan
bernegara. Implementasi wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada
kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai
berikut :
1. Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang
sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sampai sekarang.
Dengan demikian wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan
kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan, persatuan dan
keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.
2. Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia
dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri yang bebas aktif. Implementasi
wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim
penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud
pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai
penjelmaan kedaulatan rakyat.
b. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan
ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di samping itu, implementasi wawasan
nusantara mencerminkan tanggung jawab pengelolaa sumber daya alam yang memperhatikan
kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber
daya alam itu sendiri.
1) Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal
dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia
secara merata.
2) Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah
tanpa mengabaikan ciri khas yang memiliki daerah masing-masing.
3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai
usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c. Perwujudan Kepulauan Nusantara
sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan
sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui segala bentuk perbedaan sebagai
kenyataan hidup sekaligus karunia Tuhan. Implementasi ini juga akan menciptakan
kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membedakan suku,
asal usul daerah, agama, atau kepercayaan,serta golongan berdasarkan status
sosialnya . Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu kesatuan dengan corak
ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya bangsa . Budaya Indonesia tidak
menolak nilai-nilai budaya asing asalkan tidak bertentangan dengan nilai budaya
bangsa sendiri dan hasilnya dapat dinikmati.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan keamanan
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan
menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan
membentuk sikap bela negara pada tiap warga negara Indonesia. Kesadaran dan
sikap cinta tanah air dan bangsa serta bela negara ini menjadi modal utama yang
akan mengerakkan partisipasi setiap warga negara indonesia dalam menghadapi
setiap bentuk ancaman antara lain :
1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya adalah
ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
2) Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut
serta dalam pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka pembelaan negara dan
bangsa.
3. Penerapan Wawasan Nusantara
a. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan nusantara. Khususnya
di bidang wilayah. Adalah diterimanya konsepsi nusantara di forum
internasional. Sehingga terjaminlah integritas wilayah territorial Indonesia.
Laut nusantara yang semula dianggap “laut bebas” menjadi bagian integral dari
wilayah Indonesia.
b. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang lingkup tersebut menghasilkan sumber
daya alam yang mencakup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
c. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional
terutama negara tetangga yang dinyatakan dengan persetujuan yang dicapai.
d. Penerapan wawasan nusantara dalam pembangunan negara di berbagai bidang
tampak pada berbagai proyek pembangunan sarana dan prasarana ekonomi,
komunikasi dan transportasi.
e. Penerapan di bidang sosial dan
budaya terlihat pada kebijakan untuk menjadikan bangsa Indonesia yang Bhinneka
Tunggal Ika tetap merasa sebangsa, setanah air, senasib sepenanggungan dengan
asas pancasila.
f. Penerapan wawasan nusantara di bidang pertahanan keamanan terlihat pada
kesiapsiagaan dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta untuk menghadapi berbagai ancaman bangsa dan Negara.
4. Hubungan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional
Dalam penyelenggaraan kehidupan nasional agar tetap mengarah pada pencapaian
tujuan nasional diperlukan suatu landasan dan pedoman yang kokoh berupa
konsepsi wawsan nasional untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan dan
tujuan nasional.
Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah wawasan nusantara yang merupakan
pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan
ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses
pencapaian tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses. Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa wawasan nusantara dan ketahanan nasional merupakan
dua konsepsi dasar yang saling mendukung sebagai pedoman
bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara agar tetap jaya dan
berkembang seterusnya.
Dikutip dari sumber =
http://pancasilazone.blogspot.com/2012/04/wawasan-nusantara.html
Politik
Dan Strategi Nasional
1.
Pengertian
Politik Dan Strategi Nasional
Kata “Politik” secara ilmu
etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang asal katanya adalah polis
berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, dan teia berarti urusan .
Dalam bahasa Indonesia , politik dalam arti politics mempunyai makna
kepentingan umum warga negara suatu bangsa . Politik merupakan rangkaian asas,
prinsip, keadaaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu yang kita kehendaki . Politics dan policy mempunyai hubungan yang erat
dan timbal balik . Politics memberikan asas, jalan, arah, dan medannya ,
sedangkan policy memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, dan arah
tersebut sebaik-baiknya . Dapat disimpulkan bahwa politik adalah bermacam-macam
kegiatan yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem negara dan
upaya-upaya dalam mewujudkan tujuan itu , pengambilan keputusan
(decisionmaking) mengenai seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan . Untuk melaksanakan tujuan
itu diperlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut
pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada .
Politik secara umum adalah mengenai proses penentuan tujuan negara dan cara
melaksanakannya . Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan , pembagian , atau alokasi
sumber-sumber yang ada. Dengan begitu , politik membicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan , kebijakan
umum(policy), dan distribusi kekuasaan .
a.Negara
Negara merupakan suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya.
b.Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah
laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya.
c.Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah aspek utama politik. Jadi, politik adalah
pengambilan keputusan melalui sarana umum . Keputusan yang diambil menyangkut
sector public dari suatu Negara .
d. Kebijakan Umum
Kebijakan ( policy ) merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh
seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan
itu . Dasar pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan
bersama yang ingin dicapai secara bersama pula , sehingga perlu ada rencana
yang mengikat yang dirumuskan dalan kebijakan – kebijakan oleh pihak yang
berwenang .
e. Distribusi
Yang dimaksud dengan distribusi ialah pembagian dan pengalokasian nilai – nilai
( values ) dalam masyarakat . Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting
.
2. Pengertian Strategi dan Strategi
Nasional
Strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai “the art
of the general” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam
peperangan . Karl von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi adalah
pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan .
Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik . Dalam
pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapat-kan kemenangan atau
pencapaian tujuan . Dengan demikian , strategi tidak hanya menjadi monopoli
para jendral atau bidang militer, tetapi telah meluas ke segala bidang
kehidupan.
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan
untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional . Dengan demikian definisi
politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang
pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta
penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional . Sedangkan
strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai
sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional .
3.
Dasar
Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Penyusunan politik dan strategi
nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem
manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan
Nusantara, dan Ketahanan Nasional . Politik dan strategi nasional yang telah
berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraaan menurut UUD 1945
. sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran
pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan
“suprastruktur politik” . Lebaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden,
DPA, BPK, MA . Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai
“infrastruktur politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam
masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa,
kelompok kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure group) .
Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki
kekuatan yang seimbang . Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di
tingkat suprastruktur politik diatur oleh presiden/mandataris MPR . Sedangkan
proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politk
dilakukan setelah presiden menerima GBHN .Strategi nasional dilaksanakan oleh
para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan
petunjuk presiden, yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan
politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan . Salah satu wujud
pengapilikasian politik dan strategi nasional dalam pemerintahan adalah sebagai
berikut :
Otonomi Daerah
Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan
salah satu wujud politik dan strategi nasional secara teoritis telah memberikan
dua bentuk otonomi kepada dua daerah, yaitu otonomi terbatas bagi daerah
propinsi dan otonomi luas bagi daerah Kabupaten/Kota. Perbedaan Undang-undang
yang lama dan yang baru ialah:
1. Undang-undang yang lama, titik pandang kewenangannya dimulai dari pusat
(central government looking).
2. Undang-undang yang baru, titik pandang kewenangannya dimulai dari daerah
(local government looking).
Kewenangan Daerah
1. Dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999tenang Otonomi Daerah, kewenagan
daerah mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan
fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenagnan bidang lain, meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan secara makro.
3. Bentuk dan susunan pemerintahan daerah,
a. DPRD sebagai badan legislatif daerah dan pemerintah daerah sebagai eksekutif
daerah dibentuk di daerah.
b. DPRD sebagai lwmbaga perwakilan rakyat di daerah merupakan
wahanauntukmelaksanakan demokrasi
1). Memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil
Walikota.
2). Memilih anggota Majelis Permusawartan Prakyat dari urusan Daerah.
3). Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/ Wakil Gubernur,
Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota.
4. Membentuk peraturan daerah bersama gubernur, Bupati atas Wali Kota.
5. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama gubernur,
Bupati, Walikota.
6. Mengawasi pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pelaksanaan
APBD, kebijakan daerah, pelaksanaan kerja sama internasional di daerah, dan
menampung serta menindak-lanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.
Dikutip
dari sumber =
http://pancasilazone.blogspot.com/2012/05/politik-dan-strategi-nasional.html
Tugas
4
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
2.
Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
3.
Sistem pendidikkan nasional adalah
satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang
berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan
nasional ;
4.
Jenis pendidikan adalah pendidikan
yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;
5.
Jenjang pendidikan adalah suatu
tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan berdasarkan tingkat perkembangan
para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran;
6.
Peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7.
Tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan;
8.
Tenaga pendidikan adalah anggota
masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;
9.
Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10.
Sumber daya pendidikan adalah
pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga,
dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh
keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama;
11.
Warga negara adalah warga negara
Republik Indonesia;
12.
Menteri adalah Menteri yang
bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.
Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan
Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Bab III. Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk nemperoleh
pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang
seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu
satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku,
ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan
kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 8
1.
Warga negara yang memiliki kelainan
fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2.
Warga negara yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
3.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab IV. Satuan, Jalur, dan Jenis
Pendidikan
Pasal 9
1.
Satuan pendidikan menyelenggarakan
kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
2.
Satuan pendidikan yang disebut
sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan.
3.
Satuan pendidikan luar sekolah
meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis.
Pasal 10
1.
Penyelenggaraan pendidikan
dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur
pendidikan luar sekolah.
2.
Jalur pendidikan sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar
secara berjenjang dan bersinambungan.
3.
Jalur pendidikan luar sekolah
merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan
belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.
4.
Pendidikan keluarga merupakan bagian
dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.
5.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1.
Jenis pendidikan yang termasuk jalur
pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan
akademik, dan pendidikan profesional.
2.
Pendidikan umum merupakan pendidikan
yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta
didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat- tingkat akhir masa
pendidikan.
3.
Pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang
tertentu.
4.
Pendidikan luar biasa merupakan
pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang
kelainan fisik dan/atau mental.
5.
Pendidikan kedinasan merupakan
pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas
kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Depatemen Pemerintah atau
Lembaga Pemerintah Non Departemen.
6.
Pendidikan keagamaan merupakan
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan
yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang
bersangkutan.
7.
Pendidikan akademik merupakan
pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
8.
Pendidikan profesional merupakan
pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
9.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Bab V. Jenjang Pendidikan
Bagian Kesatu Umum
Pasal 12
1.
Jenjang pendidikan yang termasuk
jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
2.
Selain jenjang pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan
prasekolah.
3.
Syarat-syarat dan tata cara
pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendidikan Dasar
Pasal 13
1.
Pendidikan dasar diselenggarakan
untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
pendidikan menengah.
2.
Syarat-syarat dan tata cara
pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar, dan penyelenggaraan pendidikan
dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1.
Warga negara yang berumur 6 (enam)
tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
2.
Warga negara yang berumur 7 (tujuh)
tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara
sampai tamat.
3.
Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah
Pasal 15
1.
Pendidikan menengah diselenggarakan
untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
2.
Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
3.
Lulusan pendidikan menengah yang
memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang
lebih tinggi.
4.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pendidikan Tinggi
Pasal 16
1.
Pendidikan tinggi merupakan
kelanjutkan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyakarat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
2.
Satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
3.
Akademi merupakan perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang
ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
4.
Politeknik merupakan perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang
pengetahuan khusus.
5.
Sekolah tinggi merupakan perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam
satu disiplin ilmu tertentu.
6.
Institut merupakan perguruan tinggi
yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
7.
Unversitas merupakan perguruan
tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
8.
Syarat-syarat dan tata cara
pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1.
Pendidikan tinggi terdiri atas
pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2.
Sekolah tinggi, institut, dan
universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional.
3.
Akademi dan politeknik
menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
1.
Pada perguruan tinggi ada gelar
sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.
2.
Gelar sarjana hanya diberikan oleh
sekolah tinggi, institut, dan universitas.
3.
Gelar magister dan doktor diberikan
oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan.
4.
Sebutan profesional dapat diberikan
oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
5.
Institut dan universitas yang
memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor
honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan
amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
6.
Jenis gelar dan sebutan,
syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1.
Gelar dan/atau sebutan lulusan
perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang
dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan.
2.
Penggunaan gelar dan/atau sebutan
lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari
perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang
diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk
asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara
lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.
Pasal 21
1.
Pada universitas, institut, dan
sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor.
2.
Pengangkatan guru besar atau
profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi
akademik atau keilmuan tertentu.
3.
Syarat-syarat dan tata cara
pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
1.
Dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik
dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
2.
Perguruan tinggi memiliki otonomi
dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi
dan penelitian ilmiah.
3.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
23
1.
Pendidikan nasional bersifat terbuka
dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik.
2.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai
hak-hak berikut:
1.
mendapat perlakuan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya;
2.
mengikuti program pendidikan yang
bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan
kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu
yang telah dibakukan;
3.
mendapat bantuan fasilitas belajar,
beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
4.
pindah ke satuan pendidikan yang
sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan
peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;
5.
memperoleh penilaian hasil
belajarnya;
6.
menyelesaikan program pendidikan
lebih awal dari waktu yang ditentukan;
7.
mendapat pelayanan khusus bagi yang
menyandang cacat.
Pasal 25
1.
Setiap peserta didik berkewajiban
untuk
1.
ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2.
mematuhi semua peraturan yang
berlaku;
3.
menghormati tenaga kependidikan;
4.
ikut memelihara sarana dan prasarana
serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
2.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 26
Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan
dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuan masing- masing.
Bab VII. Tenaga Kependidikan
Pasal
27
1.
Tenaga kependidikan bertugas
menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan,
mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
2.
Tenaga kependidikan, meliputi tenaga
pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan
pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber
belajar.
3.
Tenaga pengajar merupakan tenaga
pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi
disebut dosen.
Pasal 28
1.
Penyelenggaraan kegiatan pendidikan
pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
2.
Untuk dapat diangkat sebagai tenaga
pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta
memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
3.
Pengadaan guru pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga
pendidikan tenaga keguruan.
4.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 29
1.
Untuk kepentingan pembangunan
nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau meminta
warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi
tenaga pendidik.
2.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan
pendidikan tertentu mempunyai hak- hak berikut:
1.
memperoleh penghasilan dan jaminan
kesejahteraan sosial :
a.
tenaga kependidikan yang memiliki
kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan
peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
b.
Pemerintah dapat memberi tunjangan
tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan
tertentu;
c.
tenaga kependidikan yang bekerja
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan
tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan
yang bersangkutan;
2.
memperoleh pembinaan karir
berdasarkan prestasi kerja;
3.
memperoleh perlindungan hukum dalam
melakukan tugasnya;
4.
memperoleh penghargaan seuai dengan
darma baktinya;
5.
menggunakan sarana, prasarana, dan
fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
1.
membina loyalitas pribadi dan
peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.
menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
3.
melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab dan pengabdian;
4.
meningkatkan kemampuan profesional
sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pembangunan bangsa;
5.
menjaga nama baik sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 32
1.
Kedudukan dan penghargaan bagi
tenaga kependidikan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
2.
Pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur
oleh Pemerintah.
3.
Pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur
oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
4.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Bab VIII. Sumber Daya Pendidikan
Pasal 33
Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan
oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik.
Pasal 34
1.
Buku pelajaran yang digunakan dalam
pendidikan jalur pendidikan sekolah disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
2.
Buku pelajaran dapat diterbitkan
oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 35
Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber
belajar.
Pasal 36
1.
Biaya penyelenggaraan kegiatan
pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi
tanggung jawab Pemerintah.
2.
Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan
di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung
jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan.
3.
Pemerintah dapat memberi bantuan
kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Pasal 37
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang
masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 38
1.
Pelaksanaan kegiatan pendidikan
dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional
dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan
ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
2.
Kurikulum yang berlaku secara
nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
1.
Isi kurikulum merupakan susunan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
2.
Isi kurikulum setiap jenis, jalur,
dan jenjang pendidikan wajib memuat :
a.
pendidikan Pancasila;
b.
pendidikan agama;
c.
pendidikan kewarganegaraan.
3.
Isi kurikulum pendidikan dasar
memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang :
a.
pendidikan Pancasila;
b.
pendidikan agama;
c.
pendidikan kewarganegaraan;
d.
bahasa Indonesia;
e.
membaca dan menulis;
f.
matematika (termasuk berhitung);
g.
pengantar sains dan teknologi;
h.
ilmu bumi;
i.
sejarah nasional dan sejarah umum;
j.
kerajinan tangan dan kesenian;
k.
pendidikan jasmani dan kesehatan;
l.
menggambar; serta
m.
bahasa Inggris.
4.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Bab X. Hari Belajar dan Libur
Sekolah
Pasal 40
1.
Jumlah sekurang-kurangnya hari
belajar dalam 1 (satu) tahun untuk setiap satuan pendidikan diatur oleh Menteri.
2.
Hari-hari libur untuk satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Menteri dengan
mengingat ketentuan hari raya nasional, kepentingan agama, dan faktor musim.
3.
Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur hari-hari liburnya sendiri
dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2).
Pasal 41
Bahasa pengantar dalam pendidikan
nasional adalah bahasa Indonesia.
Pasal 42
1.
Bahasa daerah dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan
dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
2.
Bahasa asing dapat digunakan sebagai
bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau
keterampilan tertentu.
Pasal 43
Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik
dilakukan penilaian.
Pasal 44
Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar
suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara nasional.
Pasal 45
Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan
penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.
Pasal 46
1.
Dalam rangka pembinaan satuan
pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara
berkala.
2.
Hasil penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diumumkan secara terbuka.
Bab XIII. Peranserta Masyarakat
Pasal 47
1.
Masyarakat sebagai mitra Pemerintah
berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional.
2.
Ciri khas satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3.
Syarat-syarat dan tata cara dalam
penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
1.
Keikutsertaan masyarakat dalam
penentuan kebijaksanaan Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional
diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang
beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, dan pemikiran
lain sebagai bahan pertimbangan.
2.
Pembentukan Badan Pertimbangan
Pendidikan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh
Presiden.
Pasal 49
Pengelolaan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab
Menteri.
Pasal 50
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang
dislenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh badan/perorangan yang
menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 52
Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam
rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 53
Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap
penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini.
Bab XVII. Ketentuan Lain-lain
Pasal 54
1.
Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri khusus bagi
peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem pendidikan nasional.
2.
Satuan pendidikan yang
diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing
khusus bagi peserta didik warga negara asing tidak termasuk sistem pendidikan
nasional.
3.
Peserta didik warga negara asing
yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari
sistem pendidikan nasional wajib menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi
dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
4.
Kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan dalam rangka kerja sama internasional atau yang diselenggarakan
oleh pihak asing di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional.
5.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
1.
Barangsiapa dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya
Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 56
1.
Barangsiapa dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 ayat
(1) dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah pelanggaran.
Bab XIX. Ketentuan Peralihan
Pasal 57
1.
Semua peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang
Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950
Nomor 550),
2.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954
tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik
Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk
Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 550),
3.
dan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2361),
4.
Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun
1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80)
dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem
Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada
pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.
Bab XX. Ketentuan Penutup
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya
undang-undang ini,
- Undang-undang Nomor 4 Tahun
1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran
Negara Tahun 1950 Nomor 550),
- Undang-undang Nomor 12 Tahun
1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari
Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran
di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
- dan Undang-undang Nomor 22
Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor
302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
- Undang-undang Nomor 14 PRPS
Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun
1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang
Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun
1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diumumkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Sumber =
http://zkarnain.tripod.com/DIKNAS.HTM
Tugas
5
TUJUAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. PengertianPendidikanKewarganegaraan
Pendidikan moral terdiridaridua kata,
yaitu pendidikan dan Kewarganegaraan.Pendidikan kewarganegaraan dijadikan bahan
dalam pembelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (ppkn).
Banyak pengertian pendidikan
menurut para ahli.Diantara banyak pengertian tersebut diketengahkan sebagai
berikut:
1. Menurut
UU sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 mengatakan: “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta dididik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya
,masyarakat,bangsa dan Negara.
2. Menurut
Carter v.Good (1997) pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam
bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya.
3. Menurut
Godfrey Thomson (1977) mengatakan pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu
untuk menghasilkan perubahan yang tetap di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannyadanperasaannya.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa: Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu membentuk kemampuan
individu mengembangkan dirinya yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga
bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga
Negara dan warga masyarakat.
a. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang dilakukan secara
sengaja dan terencana untuk memilih materi, strategi, kegiatan, dan teknik pendidikan
yang sesuai.
b. Kegiatan
pendidikan dapat diberikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat berupa
pendidikan melalui jalur sekolah dan pendidikan jalur luar sekolah.
c. Jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya.
Agar pendidikan moral seperti dikemukakan
di atas dapat diimplementasikan dan tercapai sesuai harapan bangsa diperlukan
rasa memiliki (sense of belonging) dasar konsep pendidikan moral,diperlukan rasa
solidaritas yang tertinggi terhadap sesama (sense of solidarity) , dan diperlukan
rasa bertanggung jawab (sense of responsibility ) terhadap dasar konsep pendidikan
moral itu sebagai bahan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk mengamalkan
nilai – nilai luhur pancasila.
B. Pendidikan
Nilai Moral Pkn
1. Batasan
– batasan nilai moral
Pendidikan nilai moral berkaitan erat
dengan kebaikan, yang ada dalam sesuatu objek – subjek.Boleh jadi sesuatu objek
– subjek itu baik tetapi tidak bernilai bagi seseorang dalam suatu konteks
peristwa tertentu.
Nilai – nilai universal berlaku bagi
seluruh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti hak asasi mansia, adapula nilai
– nilai particular hanya berlaku bagi sekelompok manusia tertentu, misalnya
“nilai sebuah tutur kata”.
Nilai – nilai abadi berlaku kapan pun
dan dimanapun seperti kebebasan beragama, yang berarti bahwa semua manusia bebas
dari paksaan baik dari perseorangan maupun dari kelompok social atau sesuatu kekuatan
manusiawi, sehingga tak seorang pun boleh
dipaksakan untuk bertindak bertentangan dengan imannya.
2. Pandangan
Masyarakat Tentang Nilai / Moral
Dalam
suatu masyarakat yang majemuk dan berkembang
terdapat berbagai pandangan tentang nilai.Sehingga seringkali terjadi kerancuan
dan penyimpangan tentang pemaknaan nilai yang sesungguhnya (the alse sense of
normally).Sehingga kerap terjadi berbagai kelompok, golongan, dan bangsa
“menginjak – injak nilai” yang mestinya dihormati dengan dalih yang “indah-
indah”.
Sebaliknya,
tidak jarang pula orang menuntut hak dan kebebasan pribadinya yang terlampau tinggi.Sehingga
mengganggu hak asasi orang lain, kebebasan orang lain, sehingga terjadi konfliks
yang tidak jarang mendatangkan “mala petaka” seperti yang sering terjadi diberbagai
daerah di tanah air akhir-akhir ini.
3. Makna
Pendidikan Moral
Makna “pendidikan moral” adalah bertujuan
membantu peserta didituntut mengenali nilai – nilai dan menempatkannya secara
integral dalam konteks keseluruhan hidupnya.Pendidikan semacam ini semakin penting
dan menempati posisi sentral karena tingkat kadar persatuan dan kesatuan terutama
yang berkaitan dengan kesadaran akan nilai – nilai dalam masyarakat akhir –
akhir ini cenderung semakin “pudar”.
Sesungguhnya pendidikan nilai itu adalah
pemanusiaan manusia. Manusia hanya “menjadi manusia” bila ia berbudi luhur.,berkehendak
baik serta mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan budi , dan kehendaknya
secara jujur baik dikeluarga, dimasyarakat – Negara, dan di lingkungan dimana ia
berada.
Ada gejala bahwa pendidikan dalam pengajaran
ditekakankan segera untuk memperoleh keterampilan.Keterampilan memang bermanfaat
untuk jangka pendek, tetapi melupakan pembinaan sikap sebagaimana prestasi pendidikan
moral yang justru diperlukan bagi pembinaan hidupnya.Akibatnya peserta didik
berlomba–lomba berlatih dalam bidang tertentu demi sukses pribadi tanpa memikirkan
efek samping dan akibat yang ditimbullkannya.
SUMBER :( PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, Karangan Prof. Dr.
Hamid Darmadi, M.pd.)