Free Naruto Cursors at www.totallyfreecursors.com

4/05/2016

Tugas Softskill "Makalah Pemetaan Sosial Kota depok

PEMETAAN MASALAH SOSIAL : DEFINISI DAN CAKUPAN

Dalam makalah ini pemetaan sosial (social mapping) didefinisikan sebagai proses penggambaran masyarakat yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyarakat termasuk di dalamnya profile dan masalah sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Merujuk pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993), pemetaan sosial dapat disebut juga sebagai social profiling atau “pembuatan profile suatu masyarakat”. 
Pemetaan sosial dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan dalam Pengembangan Masyarakat yang oleh Twelvetrees (1991:1) didefinisikan sebagai “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective actions.” Sebagai sebuah pendekatan, pemetaan sosial sangat dipengaruhi oleh ilmu penelitian sosial dan geography. Salah satu bentuk atau hasil akhir pemetaan sosial biasanya berupa suatu peta wilayah yang sudah diformat sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu image mengenai pemusatan karakteristik masyarakat atau masalah sosial, misalnya jumlah orang miskin, rumah kumuh, anak terlantar, yang ditandai dengan warna tertentu sesuai dengan tingkatan pemusatannya.
Perlu dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para praktisi pekerjaan sosial dalam melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan membuat suatu keputusan terbaik dalam proses pertolongannya. Mengacu pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993:68) ada tiga alasan utama mengapa para praktisi pekerjaan sosial memerlukan sebuah pendekatan sistematik dalam melakukan pemetaan sosial:
1.   Pandangan mengenai “manusia dalam lingkungannya” (the person-in-environment) merupakan faktor penting dalam praktek pekerjaan sosial, khususnya dalam praktek tingkat makro atau praktek pengembangan masyarakat. Masyarakat dimana seseorang tinggal sangat penting dalam menggambarkan siapa gerangan dia, masalah apa yang dihadapinya, serta sumber-sumber apa yang tersedia untuk menangani masalah tersebut. Pengembangan masyarakat tidak akan berjalan baik tanpa pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh masyarakat tersebut.
2. Pengembangan masyarakat memerlukan pemahaman mengenai sejarah dan perkembangan suatu masyarakat serta analisis mengenai status masyarakat saat ini. Tanpa pengetahuan ini, para praktisi akan mengalami hambatan dalam menerapkan nilai-nilai, sikap-sikap dan tradisi-tradisi pekerjaan sosial maupun dalam memelihara kemapanan dan mengupayakan perubahan.
3. Masyarakat secara konstan berubah. Individu-individu dan kelompok-kelompok begerak kedalam perubahan kekuasaan, struktur ekonomi, sumber pendanaan dan peranan penduduk. Pemetaan sosial dapat membantu dalam memahami dan menginterpretasikan perubahan-perubahan tersebut.

TUJUAN PEMETAAN SOSISAL
Secara khusus pemetaan sosial bertujuan agar :
1.     Tersusunnya indikator bobot masalah dan jangkauan fasilitas pelayanan sosial dalam  kegiatan penguatan.
2.     Diperolehnya peta digitasi sebagai dasar pengembangan informasi untuk penguatan kelompok-kelompok sosial.
3.     Diperolehnya peta-peta fematik dengan sistem informasi geografis (GIS), sehingga diketahui berbagai pengaruh budaya-budaya luar.
4.     Tersusunnya prioritas rencana program penguatan berdasarkan jenis masalah dan satuan wilayah komunitas yang ada pengaruhnya dari budaya-budaya luar.
5.     Dapat ditentukan alokasi program prioritas untuk kegiatan penguatan.
6.     Sebagai langkah awal pengenalan lokasi dan pemahaman terhadap kondisi masyarakat
7.     Untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat.
8.     Sebagai dasar pendekatan dan metoda pelaksanaan melalui sosialisasi dan pelatihan.
9.     Sebagai dasar penyusunan rencana kerja yang bersifat taktis terhadap permasalahan yang dihadapi
10. Sebagai acuan dasar untuk mengetahui terjadinya proses perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat.

MANFAAT PEMETAAN SOSIAL
Dalam pada itu pemetaan sosial mempunyai manfaat praktis antara lain :
1. Pemetaan masalah sosial dan potensi/sumber sosial yang merupakan bagian dari analisis situasi dan analisis kebutuhan untuk kegiatan penguatan.
2. Gambaran dasar survei disajikan dalam bentuk struktur ruang/daerah lebih komukatif.
3. Pemantauan tentang perubahan tata ruang kondisi daerah suatu komunitas
4. Analisis prioritas masalah dan lokasi untuk perencanaan kegiatan penguatan.

JENIS – JENIS PEMETAAN SOSISAL
       Social mapping sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan tahu data apa yang akan dicari dan bagaimana mencarinya. Serta kemampuan komunikasi dan menggali data di lapangan. Untuk itu di pecahkan menjadi dua bentuk :
■  INTERNAL
Social mapping yang dilakukan oleh pihak bagian dari lembaga itu sendiri. diantaranya oleh:
a.    Person In Charge (PIC)
b.    Community Development Officer
c.    Petugas Lapangan
■  INDEPENDENT
Social mapping yang dilakukan oleh pihak diluar dari lembaga itu sendiri . diantaranya oleh :
a.    Akademisi
b.    LSM
c.    Lembaga penelitian

OUTPUT YANG DIHARAPKAN
1.  Data Demografi : jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut usia, gender, mata pencaharian, agama, pendidikan, dll.
2.  Data Geografi : topografi, letak lokasi ditinjau dari aspek geografis, aksesibilitas lokasi, pengaruh lingkungan geografis terhadap kondisi sosial masyarakat, dll.
3.   Data psikografi : nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, mitos, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan sosial yang ada, motif yang menggerakkan tindakan masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat terutama terkait dengan mitigasi bencana, pandangan, sikap, dan perilaku terhadap intervensi luar, kekuatan sosial yang paling berpengaruh, dll.
4.   Pola komunikasi : media yang dikenal dan digunakan, bahasa, kemampuan baca tulis, orang yang dipercaya, informasi yang biasa dicari, tempat memperoleh informasi

PERSPEKTIF DASAR PEMETAAN SOSIAL
1.      Komponen masyarakat : (individu, keluarga, komunitas, masyarakat sipil, institusi negara)
2.    Dimensi-dimensi masyarakat (struktur sosial, relasi sosial, proses sosial, nilai sosial), yaitu dimensi struktur sosial, relasi sosial. Proses kehidupan sosial, dan nilai-nilai sosial didaerah / daerah perbatasan dengan komunitas yang lain yang banyak pengaruhnya dari budaya-budaya luar.

INDIKATOR YANG DIGUNAKAN DALAM PEMETAAN SOSIAL
1.    Untuk memperoleh informasi tentang kemajuan sosial sangat tergantung pada ketersediaan indikator-indikator sosial.
2.      Definisi indikator sosial: definisi operasional atau bagian dari definisi operasional dari suatu konsep utama yang memberikan gambaran sistem informasi tentang suatu sistem sosial.

ASUMSI PEMETAAN SOSISAL
1.      Ada hubungan antar kondisi spasial (tata ruang) dengan fungsi-fungsi yang berlaku pada masyarakat.
2.     Kondisi sosial merupakan informasi atau fakta sosial yang dapat menggambarkan pola-pola, keteraturan, perubahan, dinamika sosial
3.      Pemetaan Sosial merupakan cara untuk mengkaji “Social Inquary”

MEMAHAMI MASYARAKAT DAN MASALAH SOSIAL
Pemetaan sosial memerlukan pemahaman mengenai kerangka konseptualisasi masyarakat yang dapat membantu dalam membandingkan elemen-elemen masyarakat antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Misalnya, beberapa masyarakat memiliki wilayah (luas-sempit), komposisi etnik (heterogen-homogen)_dan status sosial-ekonomi (kaya-miskin atau maju-tertinggal) yang berbeda satu sama lain. Dalam makalah ini, kerangka untuk memahami masyarakat akan berpijak pada karya klasik Warren (1978), The Community in America, yang dikembangkan kemudian oleh Netting, Kettner dan McMurtry (1993:68-92). Sebagaimana digambarkan Tabel 1, kerangka pemahaman masyarakat dan masalah sosial terdiri dari 4 fokus atau variabel dan 9 tugas.
Focus A: Pengidentifikasian Populasi Sasaran
Tugas 1: Memahami karakteristik anggota populasi sasaran
·     Apa yang diketahui mengenai sejarah populasi sasaran pada masyarakat ini?
·     Berapa orang jumlah populasi sasaran dan bagaimana karakteristik mereka?
·     Bagaimana orang-orang dalam populasi sasaran memandang kebutuhan-kebutuhannya?
·     Bagaimana orang-orang dalam populasi sasaran memandang masyarakat dan kepekaannya dalam merespon kebutuhan-kebutuhan mereka?

Focus B: Penentuan Karakteristik Masyarakat
Tugas 2: Mengidentifikasi batas-batas masyarakat.
·     Apa batas wilayah geografis dimana intervensi terhadap populasi sasaran akan dilaksanakan?
·     Dimana anggota-anggota populasi sasaran berlokasi dalam batas wilayah geografis?
·     Apa hambatan fisik yang ada dalam populasi sasaran?
·     Bagaimana kesesuaian batas-batas kewenangan program-program kesehatan dan pelayanan kemanusiaan yang melayani populasi sasaran?  
Tugas 3: Menggambarkan masalah-masalah sosial
·     Apa permasalahan sosial utama yang mempengaruhi populasi sasaran pada masyarakat ini?
·     Adakah sub-sub kelompok dari populasi sasaran yang mengalami permasalahan sosial utama?
·     Data apa yang tersedia mengenai permasalahan sosial yang teridentifikasi dan bagaimana data tersebut digunakan di dalam masyarakat?
·     Siapa yang mengumpulkan data, dan apakah ini merupakan proses yang berkelanjutan?
Tugas 4: Memahami nilai-nilai dominan
·     Apa nilai-nilai budaya, tradisi, atau keyakinan-keyakinan yang penting bagi populasi sasaran?
·     Apa nilai-nilai dominan yang mempengaruhi populasi sasaran dalam masyarakat?
·     Kelompok-kelompok dan individu-individu manakah yang menganut nilai-nilai tersebut dan siapa yang menentangnya?
·     Apa konflik-konflik nilai yang terjadi pada populasi sasaran? 
Focus C: Pengakuan Perbedaan-Perbedaan
Tugas 5. Mengidentifikasi mekanisme-mekanisme penindasan yang tampak dan formal.
·     Apa perbedaan-perbedaan yang terlihat diantara anggota-amggota populasi sasaran?
·     Apa perbedaan-perbedaan yang terlihat antara anggota populasi sasaran dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat?
·     Bagaimana perbedaan-perbedaan populasi sasaran dipandang oleh masyarakat yang lebih besar?
·     Dalam cara apa populasi sasaran tertindas berkenaan dengan perbedaan-perbedaan tersebut?
·     Apa kekuatan-kekuatan populasi sasaran yang dapat diidentifikasi dan bagaimana agar kekuatan-kekuatan tersebut mendukung pemberdayaan?
Tugas 6. Mengidentifikasi bukti-bukti diskriminasi
·     Adakah hambatan-hambatan yang merintangi populasi sasaran dalam berintegrasi dengan masyarakat secara penuh?
·     Apa bentuk-bentuk diskriminasi yang dialami oleh populasi sasaran dalam masyarakat?
Focus D: Pengidentifikasian Struktur
Tugas 7. Memahami lokasi-lokasi kekuasaan.
·     Apa sumber-sumber utama pendanaan (baik lokal maupun dari luar masyarakat) bagi pelayanan kesehatan dan kemanusiaan yang dirancang bagi populasi sasaran dalam masyarakat?
·     Adakah pemimpin-pemimpin kuat dalam segmen pelayanan kesehatan dan kemanusiaan yang melayani populasi sasaran?
·     Apa tipe struktur kekuasaan yang mempengaruhi jaringan pemberian pelayanan yang dirancang bagi populasi sasaran?
Tugas 8. Menentukan ketersediaan sumber.
·     Apa lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok masyarakat yang ada pada saat ini yang dipandang sebagai pemberi pelayanan bagi populasi sasaran?
·     Apa sumber utama pendanaan pelayanan-pelayanan bagi populasi sasaran?
·     Apa sumber-sumber non-finansial yang diperlukan dan tersedia?
Tugas 9. Mengidentifikasi pola-pola pengawasan sumber dan pemberian pelayanan.
·     Apa kelompok-kelompok dan asosiasi-asosiasi yang mendukung dan memberikan bantuan terhadap populasi sasaran?
·     Bagaimana distribusi sumber bagi populasi sasaran dipengaruhi oleh interaksi di dalam masyarakat?
·     Bagaimana distribusi sumber bagi populasi sasaran dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan masyarakat ekstra?

PENDEKATAN PEMETAAN SOSIAL
Metode dan teknik pemetaan sosial yang akan dibahas pada makalah ini meliputi survey formal, pemantauan cepat (rapid appraisal) dan metode partisipatoris (participatory method) (LCC, 1977; Suharto, 1997; World Bank, 2002). Dalam wacana penelitian sosial, metode survey formal termasuk dalam pendekatan penelitian makro-kuantitatif, sedangkan metode pemantauan cepat dan partisipatoris termasuk dalam penelitian mikro-kualitatif (Suharto, 1997).
A.    Survey Formal
Survey formal dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi standar dari sampel orang atau rumahtangga yang diseleksi secara hati-hati. Survey biasanya mengumpulkan informasi yang dapat dibandingkan mengenai sejumlah orang yang relatif banyak pada kelompok sasaran tertentu.
Beberapa metode survey formal antara-lain:
1.   Survey Rumahtangga Beragam-Topik (Multi-Topic Household Survey). Metode ini sering disebut sebagai Survey Pengukuran Standar Hidup atau Living Standards Measurement Survey (LSMS). Survey ini merupakan suatu cara pengumpulan data mengenai berbagai aspek standar hidup secara terintegrasi, seperti pengeluaran, komposisi rumah tangga, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, fertilitas, gizi, tabungan, kegiatan pertanian dan sumber-sumber pendapatan lainnya.
2.   Kuesioner Indikator Kesejahteraan Inti (Core Welfare Indicators Questionnaire atau CWIQ). Metode ini merupakan sebuah survey rumah tangga yang meneliti perubahan-perubahan indikator sosial, seperti akses, penggunaan, dan kepuasan terhadap pelayanan sosial dan ekonomi. Metode ini meupakan alat yang cepat dan effektif untuk mengetahui rancangan kegiatan pelayanan bagi orang-orang miskin. Jika alat ini diulang setiap tahun, maka ia dapat digunakan untuk memonitor keberhasilan suatu kegiatan. Sebuah hasil awal dari survey ini umumnya dapat diperoleh dalam waktu 30 hari.
3.   Survey Kepuasan Klien (Client Satisfaction Survey). Survey ini digunakan untuk meneliti efektifitas atau keberhasilan pelayanan pemerintah berdasarkan pengalaman atau aspirasi klien (penerima pelayanan). Metode yang sering disebut sebagai service delivery survey ini mencakup penelitian mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi penerima pelayanan dalam memperoleh pelayanan publik, pandangan mereka mengenai kualitas pelayanan, serta kepekaan petugas-petugas pemerintah.
4.   Kartu Laporan Penduduk (Citizen Report Cards). Teknik ini sering digunakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mirip dengan Survey Kepuasan Klien, penelitian difokuskan pada tingkat korupsi yang ditemukan oleh penduduk biasa. Penemuan ini kemudian dipublikasikan secara luas dan dipetakan sesuai dengan tingkat dan wilayah geografis.
5.   Laporan Statistik. Pekerja sosial dapat pula melakukan pemetaan sosial berdasarkan laporan statistik yang sudah ada. Laporan statistik mengenai permasalahan sosial seperti jumlah orang miskin, desa tertinggal, status gizi, tingkat buta huruf, dll. biasanya dilakukan dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan data sensus.

B.     Pemantauan Cepat (Rapid Appraisal Methods)
Metode ini merupakan cara yang cepat dan murah untuk mengumpulkan informasi mengenai pandangan dan masukan dari populasi sasaran dan stakeholders lainnya mengenai kondisi geografis dan sosial-ekonomi.
Metode Pemantauan Cepat meliputi:
1. Wawancara Informan Kunci (Key Informant Interview). Wawancara ini terdiri serangkaian pertanyaan terbuka yang dilakukan terhadap individu-individu tertentu yang sudah diseleksi karena dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai topik atau keadaan di wilayahnya. Wawancara bersifat kualitatif, mendalam dan semi-terstruktur.
2. Diskusi Kelompok Fokus (Focus Group Discussion). Disikusi kelompok dapat melibatkan 8-12 anggota yang telah dipilih berdasarkan kesamaan latarbelakang. Perserta diskusi bisa para penerima pelayanan, penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), atau para ketua Rukun Tetangga. Fasilitator menggunakan petunjuk diskusi, mencatat proses diskusi dan kemudian memberikan komentar mengenai hasil pengamatannya.
3. Wawancara Kelompok Masyarakat (Community Group Interview). Wawancara difasilitasi oleh serangkaian pertanyaan yang diajukan kepada semua anggota masyarakat dalam suatu pertemuan terbuka. Pewawancara melakukan wawancara secara hati-hati berdasarkan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya.
4. Pengamatan Langsung (Direct Observation). Melakukan kunjungan lapangan atau pengamatan langsung terhadap masyarakat setempat. Data yang dikumpulkan dapat berupa informasi mengenai kondisi geografis, sosial-ekonomi, sumber-sumber yang tersedia, kegiatan program yang sedang berlangsung, interaksi sosial, dll.
5. Survey Kecil (Mini-Survey). Penerapan kuesioner terstruktur (daftar pertanyaan tertutup) terhadap sejumlah kecil sample (antara 50-75 orang). Pemilihan responden dapat menggunakan teknik acak (random sampling) ataupun sampel bertujuan (purposive sampling). Wawancara dilakukan pada lokasi-lokasi survey yang terbatas seperti sekitar klinik, sekolah, balai desa.

C.    Metode Partisipatoris
Metode partisipatoris merupakan proses pengumpulan data yang melibatkan kerjasama aktif antara pengumpul data dan responden. Pertanyaan-pertanyaan umumnya tidak dirancang secara baku, melainkan hanya garis-garis besarnya saja. Topik-topik pertanyaan bahkan dapat muncul dan berkembang berdasarkan proses tanya-jawab dengan responden. Terdapat banyak teknik pengumpulan data partisipatoris. Empat di bawah ini cukup penting diketahui:
1.   Penelitian dan Aksi Partisipatoris (Participatory Research and Action). Metode yang terkenal dengan istilah PRA (dulu disebut Participatory Rural Appraisal) ini merupakan alat pengumpulan data yang sangat berkembang dewasa ini. PRA terfokus pada proses pertukaran informasi dan pembelajaran antara pengumpul data dan responden. Metode ini biasanya menggunakan teknik-teknik visual (penggunaan tanaman, biji-bijian, tongkat) sebagai alat penunjuk pendataan sehingga memudahkan masyarakat biasa (bahkan yang buta huruf) berpartisipasi. PRA memiliki banyak sekali teknik, antara lain Lintas Kawasan, Jenjang Pilihan dan Penilaian, Jenjang Matrik Langsung, Diagram Venn, Jenjang Perbandingan Pasangan (Suharto, 1997; 2002; Hikmat, 2001).
2.   Stakeholder Analysis. Analisis terhadap para peserta atau pengurus dan anggota suatu program, proyek pembangunan atau organisasi sosial tertentu mengenai isu-isu yang terjadi di lingkungannya, seperti relasi kekuasaan, pengaruh, dan kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Metode ini digunakan terutama untuk menentukan apa masalah dan kebutuhan suatau organisasi, kelompok, atau masyarakat setempat.
3.   Beneficiary Assessment. Pengidentifikasian masalah sosial yang melibatkan konsultasi secara sistematis dengan para penerima pelayanan sosial. Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan partisipasi, merancang inisiatif-inisiatif pembangunan, dan menerima masukan-masukan guna memperbaharui sistem dan kualitas pelayanan dan kegiatan pembangunan.
4.   Monitoring dan Evaluasi Partisipatoris (Participatory Monitoring and Evaluation). Metode ini melibatkan anggota masyarakat dari berbagai tingkatan yang bekerjasama mengumpulkan informasi, mengidentifikasi dan menganalisis masalah, serta melahirkan rekomendasi-rekomendasi.

LANGKAH STRATEGIS DALAM PEMETAAN SOSIAL
1.  Membuat batasan wilayah, klasifikasi atau stratifikasi untuk memahami keseluruhan situasi dan posisi relatif dalam konteks yang lebih luas.
2.     Membuat profil dari setiap wilayah dan kelompok sosial masyarakat dari pengaruh budaya-budaya luar untuk menjelaskan karakteristik dari populasi dan identifikasi faktor sosial ekonomi yang dapat memepengaruhi perkembangan fungsi sosial masyarakat.
3.   Identifikasi masalah, potensi dan indikator dasar yg memberikan gambaran tentang bobot masalah dan strategi alokasi sumber pada setiap wilayah/ kelompok.


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMETAAN SOSIAL
A. Kelebihan pemetaan sosial :
1.     Mengidentifikasi dan mengukur kondisi modal sosial di daerah yang diteliti
2.   Menganalisis keterkaitan antara modal sosial dengan penanggulangan kemiskinan di suatu daerah yang diteliti
3.    Merumuskan desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinan di suatu daerah yang diteliti
B. Kelemahan Pemetaan Sosial :
1.  Lembaga harus mempunyai aturan
Kajian dipahami oleh masyarakat pada lembaga lembaga yang ada di desa yang sudah mapan atau yang mempunyai aturan yang jelas . adapun paguyuban atau perkumpulan yang ada di masyarakat kadang tidak bisa dibaca secara jelas . di samping itu koordinasi antar anggota lembaga juga dirasa masih sangat kurang , bahkan terkesan tidak ada kompetisi dalam memajukan masyarakat desa .
2.   Tidak bisa merubah lembaga
      Mereka menyadari , jika hanya kajian saja yang dilakukan , maka tidak bisa merubah lembaga yang ada di lingkungan mereka. Masyarakat hanya mengetahui peran dan fungsi lembaga secara keseluruhan yang ada di tingkat desa. Namun kajian ini tidak sekaligus bisa atau mampu memperbaiki lembaga lembaga yang ada. Artinya tidak semua lembaga dapat diaktifkan namun pengembangan kelembagaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal .
3.  Modal Sosial Lemah
Dalam lembaga lembaga yang ada di tingkat desa dianggap oleh masyarakat  memiliki modal sosial yang lemah , sehingga rentan akan ketidak aktifan .



Sejarah Kota Depok

Asal Mula Kota Depok
Kota Depok dahulu merupakan sebuah dusun terpencil di tengah hutan belantara, yang kemudian pada tanggal 18 Mei 1696 seorang saudagar Belanda eks VOC bernama Cornelis Chastelein membeli tanah di kawasan Depk seluas 1224 hektar dengan harga 70o ringgit. Selain di Depok ia juga membeli tanah di Jatinegara, Kampung Melayu, Karang Anyer, Pejambon Mampang dan khusus tanah Depok bersifat tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan Belanda.
Sebagai tuan tanah partikelir, Chastelein berhak mengurus tanahnya dan memerintah sesuai dengan garis kebijaksanaan yang ditetapkannya sendiri. Dan ia memang menyiapkan dengan sirus pemerintahannya yang sekarang digunakan sebagai rumah sakit harapan yang terletak di jalan Pemuda.
Dengan mengerahkan 150 orang budak yang ia dapat dari kawasan Indonesia Timur (kalimantan, sulawesi,Bali dan sedikit Betawi). Ia menetapkan cukai sebesar 20% dari setiap panen padi yang berlangsung.
Rupanya Chastelein berhasil membangun Depok sampai awal abad 20. Suasana Depok memang asri, iklim sejuk dengan hamparan sawah di sana sini. Pohon babmbu merumpun dan jalan berbatu nampak bersih. Selama di Depok Chastelein mengawini dua wanita pribumi. Dari salah seorang isterinya lahirlah Maria Chastelein yang diakuinya dihadapan notaris.Kemudian seorang anaknya lagi diberi nama Catharina van Batavia.
Padahal ketika ia baru tiba beberapa bulan di Batavia ia menikahi seorang gadis Belanda bernama Catharina van Vaalberg yan dikaruniai seorang putera yang dinamakan sama dengan ayahnya Antoni Chastelein.
Chastelein juga melancarkan misi menyebarkan agama Kristen di Depok. Dengan membangun sebua gereja yang terbuat dari kayu pada tahun 1700. Awal abad ke-19 gereja itu direnovasi dan hancur karena gempa pada tahun 1836. Tetapi gereja tersebut dibangun kembali. Setelah bertahun –tahun lamanya. Gereja yang terletak di jalan Pemuda itu masih kokoh sampai sekarang. Gereja Emmanuel begitu biasanya ia sebut.
Selain gereja di Depok dibangun sekolah seminari pertama di Indonesia, pada tahun 1878 sekiolah itu teah berhasil menghasilkan pendewta-pendeta baru. Dan setiap tahunnya para penginjil itu banyak tumbuh diIndonesia. Sekarang gedung sekolah tersebut digunakan sebagai panti wreda yang letaknya di dekat stasiun Depok Lama.
Kembali ke masa Chastelein, Chastelein pada waktu itu sangatlah murah hati. Buktinya beberapa bulan sebelum ia meninggal ia sempat membuat surat wasiat yang berisikan seluruh tanahnya uang serta emas dan hewan-hewan ternaknya diwariskan kepada pekerjanya yang terdiri dari 12 warga.
Marga-marga tersebut adalah Soedira, Leander, Laurens, Jonathans, Loen, Tholense, Samuel, Joseph, Bacas, Jacob, Isakh, Zadokh.
Pada tahun 28 Juni 1714 Chastelein wafat. Kedua belas marga tersebut masing-masing tiap keluarga memperoleh uang sebesar 16 ringgit. Selain itu, ia juga mewariskan 2 perangkat gamelan bertahtakan emas dan 60 tombak berlapis perak. Namun sayangnya benda-benda itu hilang ketika revolusi terjadi.
Tak hanya sampai disitu, isteri pertama Chastelein, Catharina van Vaalberg menggugat atas warisan yang diberikan kepada 12 marga itu. Namun gugatannya ditolak.
Penamaan Kota Depok
Banyak kalangan yangbingung dengan asal muasal Kota Depok. Ada yangmengatakan kata padepokanlah asal dari kata Depok. Kenapa? Karena menurut sejarah singkat KotaDepok dulu di Depok merupakan padepokan para pejuang Pajajaran yang kala itu berseteru dengan Banten dan Cirebon.
Menurut sesepuh asli Depok, kata Depok bisa berart pemukiman yang dapat dibanggakan atau berasal dari De Volk.
Ada juga yan mengatakan bahwa Depok merupakan singkatan dari De Everste Protestante Organisatie van Kristenen yang dibuat oleh Chastelein.
Namun pendapat-pendapat di atas disanggah oleh H. Nawawi Napih, seorang warga Depok asli yang sejak 1991 mengadakan penelitian membantah “Depok baru Dikenal” sejak masa Cornelis membangun perkebunan di sini.
Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh H. Bahrudin Ibrahim dalam tulisannya di dalam buku “Meluruskan Sejarah Depok”. Ia mengutip cerita Abraham van Riebeeck ketika pada tahun 1703, 1704 dan 1709 mengadakan ekspedisi menyusuri sungai Ciliwung melalui rute Batavia – Cililitan – Tanjung Barat – Seringsing (srengseng) – Pondok Cina – Depok – Pondok Pucung (terong).
Jadi sampai sekarang masih rancu tentang asal muasal nama Kota Depok.
Peninggalan Chastelein
Selama masa hidupnya Chastelein meninggalkan beberapa bangunan sejarah antara lain:
Gereja Immanuel lokasi di jalan Pemuda Depok
Rumah Sakit Harapan (dahulu ada kantor pemerintahan Chastelein) lokasi di jalan Pemuda Depok
Rumah Cornelis Chastelein sendiri yang sekarang menjadi kantor Yayasan Cornelis Chastelein
Serta bangunan-bangunan para pengikut Chastelein di Depok berjumlah + 120 namun sekarang hanya ada 45 yang asli dan yang lainnya sudah direnovasi.
Sejarah Baru Depok
Bergabungnya Depok dengan RI
Perlu diketahui setelah proklamasi 17 Agustus 1945 wilayah Depok masih dalam kekuasaan Belanda. Hal ini tetap berlangsung meskipun kedaulatan Indonesia telah diakui tahun 1949.
Pada tanggal 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil daerah Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok denganmembayar ganti rugi sebesar Rp. 229.261.26 kepada seluruh marga yang ada di Depok. Seluruh tanah di Kota Depok resmi menjadi milik pemerintah Republik Indonesia kecuali hak-hak Eingendom dan beberapa bangunan seperti: gereja, sekolah, pastoran, balai pertemuan dan pemakaman. Dan sejak saat itu pula berdiri LCC (Lembaga Cornelis Chastelein).
Setelah daerah kekuasaan penuh RI Depok merupakan sebuah kecamatan yang berada di bawah lingkungan kawedanan wilayah Parung yang meliputi 21 desa.
Namun pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun di Depok. Dan pada tahun 19881 Depok resmi menjadi Kota Administratif. Peresmian dilakukan oleh menteri dalam negeri pada saat itu yaitu H. Amir Mahmud.
Selama 17 tahun, Kota Administratif Depok mengalami beberapa kali pergantian walikota yaitu:
(Alm) Drs. Rukasah Suradimadja (1982 – 1984)
Drs. H.M.I. Tamdjid (1984 – 1988)
Drs. H. Abdul Wachyah (1988 – 1991)
Drs. H. Muhammad Masduki (1991 – 1992)
Drs. H. Sofyan Safari Hamim (1992 – 1996)
Drs. H. Badrul Kamal (1997 – 1999)
Pada tanggal 27 April 1999 Depok secara resmi berubah menjadi Kota Depok dan Drs. H. Badrul Kamal resmi menjadi Walikota Madya yang pertama periode 1999 – 2004. Untuk periode 2005 – 2010 belum ada hasil pasti dari pilkada kemarin. Dua kubu yang berseteru adalah Drs. H. Badrul Kamal dan Nur Mahmudi Ismail.
Mengenal Kota Depok
Sebelum mengenal kota Depok lebih jauh ada kiranya kita mengetahui terlebih dahulu menenal letak geografis kota Depok, dan keadaan penting lainnya di kota Depok.
-
Luas wilayah: 20.504.54 Ha (200,29 Km)
-
Jumlah penduduk: 1.335.734 jiwa (tahun 2005)
-
Jumlah Kecamatan 6 buah di antaranya adalah:
Pancoran Mas (6 kelurahan 5 desa)
Beji (6 kelurahan)
Sukma Jaya (11 kelurahan dan 11 desa)
Cimanggis (1 kelurahan dan 12 desa)
Sawangan (14 desa)
Limo (8 desa)
-
Letak geografis kota Depok:
Secara administratif kota Depok mempunyai batasan-batasan sebagai berikut:
a.
Sebelah utara berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang
b.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bojonggede dan Cibinong Kabupaten Bogor
c.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur dan Parung Kabupaten Bogor
d.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor dan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi
-
Daerah wisata di Kota Depok:
a.
Hutan raya Pancoran Mas
b.
Kawasan pemancingan yang tersebar di seluruh kota Depok
c.
Depok Lama (rumah peninggalan Chastelein) dan bangunan tempo dulu
d.
Studio Alam TVRI.

Tumbuh Kembang Kota Depok
Pada tahun 1976 Presiden Soeharto meresmikan perumnas di Depok dan pada saat itu penduduk di Kota Depok hanya sekitar 100.000 jiwa saja.
Namun setelah ada keputusan resmi mengenai pemindahan sebagian besar kegiatan akademis UniversitasIndonesia ke Depok yang akan menempati areal seluas 318 hektar pada tanggal 5 September 1987 menjadi faktor pertumbuhan kota Depok seperti sekaranga. Kala itu jumlah penduduk hanya di bawah 700.000 jiwa.
Dahulu pemerintah meramalkan Depok pada tahun 2005 ini dihuni tidak lebih dari 800.000 jiwa. Namun pada daya ternyata sampai semester pertama tahun 2005 ini jumlah penduduk kota Depok telah mencapai 1.335.734 jiwa. Angka pertumbuhan yang menakjubkan bukan?
Saat ini perbandingan lahan terbuka hijau dengan kawasan terbangun adalah 55 : 45. Sampai dengan tahun 2010 pemerintah Depok mengalokasikan 50% areal kota untuk kawasan hijau dan sisanya sebagai kawasan terbangun. Angka yang tinggi dibanding kota-kota penunjang jakarta lainnya.
Untuk perencanaan pembangunan perumahan Pemkot Kota Depok telah memperkirakan kebutuhan penggunaan tanah untuk perumahan seluas 6.024 hektar atau sekitar 30% dari total wilayah pada tahun 2010 menjadi 90.667unit.
Untuk penggunaan lahan industri Pemkot Depok telah menyedakan lahan seluas 690 hektar atau hanya sekitar 3% dari lahan kota Depok dan hanya dibatasi sampai 5,49% pada tahun 2010. Kegiatan industri di Depok dibatasi karena Depok dirancang menjadi kota perumahan, perdagangan, dan jasa.
Untuk masalah anggaran belanjda darah, Depok menganggar-kan dana terbesar pada sektor kesehatan dan pendidikan yaitu Rp. 94 milyar (24%). Dan sektor pekerjaan umum termasuk pemukiman Rp. 87 milyar (22,9%), sektor industri hanya mendapat 0,9% / 3,4 milyar. Sisanya dianggarkan untuk pembangunan.
Problematika Kota Depok
Setelah diberi hak otonom permasalahan yang dihadapi oleh Pemkot Depok semakin kompleks saja. Sebagaikota penunjang DKI Jakarta wajar bila laju pertumbuhan penduduk dankebutuhan pemukiman di Kota Depok meningkat tajam. Pemkot Depok menyikapi masalah ini secara serius. Ini terlihat dari banyaknya perumahan yang berdiri di Kota Depok. Dan hadirnya pusat perbelanjaan di Kota Depok.
Meksipun tidak semua permasalahan tertangani oleh Pemkot Depok, kita ambil contoh masalah persampahan di Kota Depok yang sangat tinggi. Dinas Kebersihan dan pertamanan kota Depok hanya dapat melayani 40% dari total seluruh timbunan sampah. Kemudian masalah air bersih yang hanya mencakupi 54,26% dari keseluruhan kebutuhan warga.
Masalah yang lebih kompleks lagi adalah kemacetan yang sering terjadi di Kota Depok. Kemacetan tidak lepas dari tanggung jawab kita semua sebagai warga. Namun, pemerintah Depok hendaknya memperhatikan masalah ini secara serius karena banyaknya penduduk Depok yang notabene mencari nafkah di Kota Jakarta dan sekitarnya mengeluhkan masalah kemacetan yang terjadi ketika mereka keluar dari rumahnya. Hal itu menyebabkan terlambat sampai pada tujuan yang mereka tuju.

Banyak kalangan yang menilik masalah kemacetan di Kota Depok diakibatkan oleh banyaknya jumlah kendaraan yang keluar masuk koa Depok. Kemudian tidak tertibnya para pengguna jasa angkutan umum yang sering berhenti di tengah jalan danmencari penumpang di tengah jalan. Dan hadirnya pusat perbelanjaan baru seperti ITC Depok yangmenyebabkan macet. Belum lagi Depok Town Square yang sebentar lagi akan rampung dibangun. Bisa dibayangkan kemacetan di Depok akan bertambah. Kiranya Pemkot Depok telah menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi kemacetan tersebut.

sumber : http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_18.htm
               http://bpsnt-bandung.blogspot.co.id/2009/10/mengenal-kota-depok.html#.VwSWmaSLQdU