PEMETAAN
MASALAH SOSIAL : DEFINISI DAN CAKUPAN
Dalam makalah ini pemetaan sosial (social mapping) didefinisikan sebagai proses penggambaran masyarakat yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyarakat termasuk di dalamnya profile dan masalah sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Merujuk pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993), pemetaan sosial dapat disebut juga sebagai social profiling atau “pembuatan profile suatu masyarakat”.
Pemetaan
sosial dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan dalam Pengembangan
Masyarakat yang oleh Twelvetrees (1991:1) didefinisikan sebagai “the process of
assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking
collective actions.” Sebagai sebuah pendekatan, pemetaan sosial sangat
dipengaruhi oleh ilmu penelitian sosial dan geography. Salah satu bentuk atau
hasil akhir pemetaan sosial biasanya berupa suatu peta wilayah yang sudah
diformat sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu image mengenai pemusatan
karakteristik masyarakat atau masalah sosial, misalnya jumlah orang miskin,
rumah kumuh, anak terlantar, yang ditandai dengan warna tertentu sesuai dengan
tingkatan pemusatannya.
Perlu
dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal yang secara sistematik
dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para
praktisi pekerjaan sosial dalam melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara
spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan membuat suatu keputusan terbaik
dalam proses pertolongannya. Mengacu pada Netting, Kettner dan McMurtry
(1993:68) ada tiga alasan utama mengapa para praktisi pekerjaan sosial
memerlukan sebuah pendekatan sistematik dalam melakukan pemetaan sosial:
1. Pandangan
mengenai “manusia dalam lingkungannya” (the person-in-environment) merupakan
faktor penting dalam praktek pekerjaan sosial, khususnya dalam praktek tingkat
makro atau praktek pengembangan masyarakat. Masyarakat dimana seseorang tinggal
sangat penting dalam menggambarkan siapa gerangan dia, masalah apa yang
dihadapinya, serta sumber-sumber apa yang tersedia untuk menangani masalah
tersebut. Pengembangan masyarakat tidak akan berjalan baik tanpa pemahaman
mengenai pengaruh-pengaruh masyarakat tersebut.
2.
Pengembangan masyarakat memerlukan pemahaman mengenai sejarah dan perkembangan
suatu masyarakat serta analisis mengenai status masyarakat saat ini. Tanpa
pengetahuan ini, para praktisi akan mengalami hambatan dalam menerapkan
nilai-nilai, sikap-sikap dan tradisi-tradisi pekerjaan sosial maupun dalam
memelihara kemapanan dan mengupayakan perubahan.
3.
Masyarakat secara konstan berubah. Individu-individu dan kelompok-kelompok
begerak kedalam perubahan kekuasaan, struktur ekonomi, sumber pendanaan dan
peranan penduduk. Pemetaan sosial dapat membantu dalam memahami dan menginterpretasikan
perubahan-perubahan tersebut.
TUJUAN
PEMETAAN SOSISAL
Secara
khusus pemetaan sosial bertujuan agar :
1. Tersusunnya
indikator bobot masalah dan jangkauan fasilitas pelayanan sosial
dalam kegiatan penguatan.
2. Diperolehnya
peta digitasi sebagai dasar pengembangan informasi untuk penguatan
kelompok-kelompok sosial.
3. Diperolehnya
peta-peta fematik dengan sistem informasi geografis (GIS), sehingga diketahui
berbagai pengaruh budaya-budaya luar.
4. Tersusunnya
prioritas rencana program penguatan berdasarkan jenis masalah dan satuan
wilayah komunitas yang ada pengaruhnya dari budaya-budaya luar.
5. Dapat
ditentukan alokasi program prioritas untuk kegiatan penguatan.
6. Sebagai
langkah awal pengenalan lokasi dan pemahaman terhadap kondisi masyarakat
7. Untuk
mengetahui kondisi sosial masyarakat.
8. Sebagai
dasar pendekatan dan metoda pelaksanaan melalui sosialisasi dan pelatihan.
9. Sebagai
dasar penyusunan rencana kerja yang bersifat taktis terhadap permasalahan yang
dihadapi
10.
Sebagai acuan dasar untuk mengetahui terjadinya proses perubahan sikap dan
perilaku pada masyarakat.
MANFAAT
PEMETAAN SOSIAL
Dalam
pada itu pemetaan sosial mempunyai manfaat praktis antara lain :
1.
Pemetaan masalah sosial dan potensi/sumber sosial yang merupakan bagian dari
analisis situasi dan analisis kebutuhan untuk kegiatan penguatan.
2.
Gambaran dasar survei disajikan dalam bentuk struktur ruang/daerah lebih
komukatif.
3.
Pemantauan tentang perubahan tata ruang kondisi daerah suatu komunitas
4.
Analisis prioritas masalah dan lokasi untuk perencanaan kegiatan penguatan.
JENIS
– JENIS PEMETAAN SOSISAL
Social
mapping sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan tahu data apa yang
akan dicari dan bagaimana mencarinya. Serta kemampuan komunikasi dan menggali
data di lapangan. Untuk itu di pecahkan menjadi dua bentuk :
■ INTERNAL
Social
mapping yang dilakukan oleh pihak bagian dari lembaga itu sendiri. diantaranya
oleh:
a. Person
In Charge (PIC)
b. Community
Development Officer
c. Petugas
Lapangan
■ INDEPENDENT
Social
mapping yang dilakukan oleh pihak diluar dari lembaga itu sendiri . diantaranya
oleh :
a. Akademisi
b. LSM
c. Lembaga
penelitian
OUTPUT
YANG DIHARAPKAN
1. Data
Demografi : jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut usia, gender, mata
pencaharian, agama, pendidikan, dll.
2. Data
Geografi : topografi, letak lokasi ditinjau dari aspek geografis, aksesibilitas
lokasi, pengaruh lingkungan geografis terhadap kondisi sosial masyarakat, dll.
3. Data
psikografi : nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, mitos,
kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan
sosial yang ada, motif yang menggerakkan tindakan masyarakat,
pengalaman-pengalaman masyarakat terutama terkait dengan mitigasi bencana,
pandangan, sikap, dan perilaku terhadap intervensi luar, kekuatan sosial yang
paling berpengaruh, dll.
4. Pola
komunikasi : media yang dikenal dan digunakan, bahasa, kemampuan baca tulis,
orang yang dipercaya, informasi yang biasa dicari, tempat memperoleh informasi
PERSPEKTIF
DASAR PEMETAAN SOSIAL
1. Komponen
masyarakat : (individu, keluarga, komunitas, masyarakat sipil, institusi
negara)
2. Dimensi-dimensi
masyarakat (struktur sosial, relasi sosial, proses sosial, nilai sosial), yaitu
dimensi struktur sosial, relasi sosial. Proses kehidupan sosial, dan
nilai-nilai sosial didaerah / daerah perbatasan dengan komunitas yang lain yang
banyak pengaruhnya dari budaya-budaya luar.
INDIKATOR
YANG DIGUNAKAN DALAM PEMETAAN SOSIAL
1. Untuk
memperoleh informasi tentang kemajuan sosial sangat tergantung pada
ketersediaan indikator-indikator sosial.
2. Definisi
indikator sosial: definisi operasional atau bagian dari definisi operasional
dari suatu konsep utama yang memberikan gambaran sistem informasi tentang suatu
sistem sosial.
ASUMSI
PEMETAAN SOSISAL
1. Ada
hubungan antar kondisi spasial (tata ruang) dengan fungsi-fungsi yang berlaku
pada masyarakat.
2. Kondisi
sosial merupakan informasi atau fakta sosial yang dapat menggambarkan
pola-pola, keteraturan, perubahan, dinamika sosial
3. Pemetaan
Sosial merupakan cara untuk mengkaji “Social Inquary”
MEMAHAMI
MASYARAKAT DAN MASALAH SOSIAL
Pemetaan
sosial memerlukan pemahaman mengenai kerangka konseptualisasi masyarakat yang
dapat membantu dalam membandingkan elemen-elemen masyarakat antara wilayah satu
dengan wilayah lainnya. Misalnya, beberapa masyarakat memiliki wilayah
(luas-sempit), komposisi etnik (heterogen-homogen)_dan status sosial-ekonomi (kaya-miskin
atau maju-tertinggal) yang berbeda satu sama lain. Dalam makalah ini, kerangka
untuk memahami masyarakat akan berpijak pada karya klasik Warren (1978), The
Community in America, yang dikembangkan kemudian oleh Netting, Kettner dan
McMurtry (1993:68-92). Sebagaimana digambarkan Tabel 1, kerangka pemahaman
masyarakat dan masalah sosial terdiri dari 4 fokus atau variabel dan 9 tugas.
Focus
A: Pengidentifikasian Populasi Sasaran
Tugas
1: Memahami karakteristik anggota populasi sasaran
· Apa
yang diketahui mengenai sejarah populasi sasaran pada masyarakat ini?
· Berapa
orang jumlah populasi sasaran dan bagaimana karakteristik mereka?
· Bagaimana
orang-orang dalam populasi sasaran memandang kebutuhan-kebutuhannya?
· Bagaimana
orang-orang dalam populasi sasaran memandang masyarakat dan kepekaannya dalam
merespon kebutuhan-kebutuhan mereka?
Focus
B: Penentuan Karakteristik Masyarakat
Tugas
2: Mengidentifikasi batas-batas masyarakat.
· Apa
batas wilayah geografis dimana intervensi terhadap populasi sasaran akan
dilaksanakan?
· Dimana
anggota-anggota populasi sasaran berlokasi dalam batas wilayah geografis?
· Apa
hambatan fisik yang ada dalam populasi sasaran?
· Bagaimana
kesesuaian batas-batas kewenangan program-program kesehatan dan pelayanan
kemanusiaan yang melayani populasi sasaran?
Tugas
3: Menggambarkan masalah-masalah sosial
· Apa
permasalahan sosial utama yang mempengaruhi populasi sasaran pada masyarakat
ini?
· Adakah
sub-sub kelompok dari populasi sasaran yang mengalami permasalahan sosial
utama?
· Data
apa yang tersedia mengenai permasalahan sosial yang teridentifikasi dan
bagaimana data tersebut digunakan di dalam masyarakat?
· Siapa
yang mengumpulkan data, dan apakah ini merupakan proses yang berkelanjutan?
Tugas
4: Memahami nilai-nilai dominan
· Apa
nilai-nilai budaya, tradisi, atau keyakinan-keyakinan yang penting bagi
populasi sasaran?
· Apa
nilai-nilai dominan yang mempengaruhi populasi sasaran dalam masyarakat?
· Kelompok-kelompok
dan individu-individu manakah yang menganut nilai-nilai tersebut dan siapa yang
menentangnya?
· Apa
konflik-konflik nilai yang terjadi pada populasi sasaran?
Focus
C: Pengakuan Perbedaan-Perbedaan
Tugas
5. Mengidentifikasi mekanisme-mekanisme penindasan yang tampak dan formal.
· Apa
perbedaan-perbedaan yang terlihat diantara anggota-amggota populasi sasaran?
· Apa
perbedaan-perbedaan yang terlihat antara anggota populasi sasaran dengan
kelompok-kelompok lain dalam masyarakat?
· Bagaimana
perbedaan-perbedaan populasi sasaran dipandang oleh masyarakat yang lebih
besar?
· Dalam
cara apa populasi sasaran tertindas berkenaan dengan perbedaan-perbedaan
tersebut?
· Apa
kekuatan-kekuatan populasi sasaran yang dapat diidentifikasi dan bagaimana agar
kekuatan-kekuatan tersebut mendukung pemberdayaan?
Tugas
6. Mengidentifikasi bukti-bukti diskriminasi
· Adakah
hambatan-hambatan yang merintangi populasi sasaran dalam berintegrasi dengan
masyarakat secara penuh?
· Apa
bentuk-bentuk diskriminasi yang dialami oleh populasi sasaran dalam masyarakat?
Focus
D: Pengidentifikasian Struktur
Tugas
7. Memahami lokasi-lokasi kekuasaan.
· Apa
sumber-sumber utama pendanaan (baik lokal maupun dari luar masyarakat) bagi
pelayanan kesehatan dan kemanusiaan yang dirancang bagi populasi sasaran dalam
masyarakat?
· Adakah
pemimpin-pemimpin kuat dalam segmen pelayanan kesehatan dan kemanusiaan yang
melayani populasi sasaran?
· Apa
tipe struktur kekuasaan yang mempengaruhi jaringan pemberian pelayanan yang
dirancang bagi populasi sasaran?
Tugas
8. Menentukan ketersediaan sumber.
· Apa
lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok masyarakat yang ada pada saat ini yang
dipandang sebagai pemberi pelayanan bagi populasi sasaran?
· Apa
sumber utama pendanaan pelayanan-pelayanan bagi populasi sasaran?
· Apa
sumber-sumber non-finansial yang diperlukan dan tersedia?
Tugas
9. Mengidentifikasi pola-pola pengawasan sumber dan pemberian pelayanan.
· Apa
kelompok-kelompok dan asosiasi-asosiasi yang mendukung dan memberikan bantuan
terhadap populasi sasaran?
· Bagaimana
distribusi sumber bagi populasi sasaran dipengaruhi oleh interaksi di dalam
masyarakat?
· Bagaimana
distribusi sumber bagi populasi sasaran dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan masyarakat
ekstra?
PENDEKATAN
PEMETAAN SOSIAL
Metode
dan teknik pemetaan sosial yang akan dibahas pada makalah ini meliputi survey
formal, pemantauan cepat (rapid appraisal) dan metode partisipatoris
(participatory method) (LCC, 1977; Suharto, 1997; World Bank, 2002). Dalam
wacana penelitian sosial, metode survey formal termasuk dalam pendekatan
penelitian makro-kuantitatif, sedangkan metode pemantauan cepat dan
partisipatoris termasuk dalam penelitian mikro-kualitatif (Suharto, 1997).
A. Survey
Formal
Survey
formal dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi standar dari sampel orang
atau rumahtangga yang diseleksi secara hati-hati. Survey biasanya mengumpulkan
informasi yang dapat dibandingkan mengenai sejumlah orang yang relatif banyak
pada kelompok sasaran tertentu.
Beberapa
metode survey formal antara-lain:
1. Survey
Rumahtangga Beragam-Topik (Multi-Topic Household Survey). Metode ini
sering disebut sebagai Survey Pengukuran Standar Hidup atau Living Standards
Measurement Survey (LSMS). Survey ini merupakan suatu cara pengumpulan data
mengenai berbagai aspek standar hidup secara terintegrasi, seperti pengeluaran,
komposisi rumah tangga, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, fertilitas, gizi,
tabungan, kegiatan pertanian dan sumber-sumber pendapatan lainnya.
2. Kuesioner
Indikator Kesejahteraan Inti (Core Welfare Indicators Questionnaire atau CWIQ).
Metode ini merupakan sebuah survey rumah tangga yang meneliti
perubahan-perubahan indikator sosial, seperti akses, penggunaan, dan kepuasan
terhadap pelayanan sosial dan ekonomi. Metode ini meupakan alat yang cepat dan
effektif untuk mengetahui rancangan kegiatan pelayanan bagi orang-orang miskin.
Jika alat ini diulang setiap tahun, maka ia dapat digunakan untuk memonitor
keberhasilan suatu kegiatan. Sebuah hasil awal dari survey ini umumnya dapat
diperoleh dalam waktu 30 hari.
3. Survey
Kepuasan Klien (Client Satisfaction Survey). Survey ini digunakan untuk
meneliti efektifitas atau keberhasilan pelayanan pemerintah berdasarkan
pengalaman atau aspirasi klien (penerima pelayanan). Metode yang sering disebut
sebagai service delivery survey ini mencakup penelitian mengenai
hambatan-hambatan yang dihadapi penerima pelayanan dalam memperoleh pelayanan
publik, pandangan mereka mengenai kualitas pelayanan, serta kepekaan
petugas-petugas pemerintah.
4. Kartu
Laporan Penduduk (Citizen Report Cards). Teknik ini sering digunakan oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mirip dengan Survey Kepuasan Klien,
penelitian difokuskan pada tingkat korupsi yang ditemukan oleh penduduk biasa.
Penemuan ini kemudian dipublikasikan secara luas dan dipetakan sesuai dengan
tingkat dan wilayah geografis.
5. Laporan
Statistik. Pekerja sosial dapat pula melakukan pemetaan sosial berdasarkan
laporan statistik yang sudah ada. Laporan statistik mengenai permasalahan
sosial seperti jumlah orang miskin, desa tertinggal, status gizi, tingkat buta
huruf, dll. biasanya dilakukan dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) berdasarkan data sensus.
B. Pemantauan
Cepat (Rapid Appraisal Methods)
Metode
ini merupakan cara yang cepat dan murah untuk mengumpulkan informasi mengenai
pandangan dan masukan dari populasi sasaran dan stakeholders lainnya mengenai
kondisi geografis dan sosial-ekonomi.
Metode
Pemantauan Cepat meliputi:
1.
Wawancara Informan Kunci (Key Informant Interview). Wawancara ini terdiri
serangkaian pertanyaan terbuka yang dilakukan terhadap individu-individu
tertentu yang sudah diseleksi karena dianggap memiliki pengetahuan dan
pengalaman mengenai topik atau keadaan di wilayahnya. Wawancara bersifat
kualitatif, mendalam dan semi-terstruktur.
2.
Diskusi Kelompok Fokus (Focus Group Discussion). Disikusi kelompok dapat
melibatkan 8-12 anggota yang telah dipilih berdasarkan kesamaan latarbelakang.
Perserta diskusi bisa para penerima pelayanan, penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS), atau para ketua Rukun Tetangga. Fasilitator menggunakan petunjuk
diskusi, mencatat proses diskusi dan kemudian memberikan komentar mengenai
hasil pengamatannya.
3.
Wawancara Kelompok Masyarakat (Community Group Interview). Wawancara
difasilitasi oleh serangkaian pertanyaan yang diajukan kepada semua anggota
masyarakat dalam suatu pertemuan terbuka. Pewawancara melakukan wawancara
secara hati-hati berdasarkan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya.
4.
Pengamatan Langsung (Direct Observation). Melakukan kunjungan lapangan
atau pengamatan langsung terhadap masyarakat setempat. Data yang dikumpulkan
dapat berupa informasi mengenai kondisi geografis, sosial-ekonomi,
sumber-sumber yang tersedia, kegiatan program yang sedang berlangsung,
interaksi sosial, dll.
5.
Survey Kecil (Mini-Survey). Penerapan kuesioner terstruktur (daftar
pertanyaan tertutup) terhadap sejumlah kecil sample (antara 50-75 orang).
Pemilihan responden dapat menggunakan teknik acak (random sampling) ataupun
sampel bertujuan (purposive sampling). Wawancara dilakukan pada lokasi-lokasi
survey yang terbatas seperti sekitar klinik, sekolah, balai desa.
C. Metode
Partisipatoris
Metode
partisipatoris merupakan proses pengumpulan data yang melibatkan kerjasama
aktif antara pengumpul data dan responden. Pertanyaan-pertanyaan umumnya tidak
dirancang secara baku, melainkan hanya garis-garis besarnya saja. Topik-topik
pertanyaan bahkan dapat muncul dan berkembang berdasarkan proses tanya-jawab
dengan responden. Terdapat banyak teknik pengumpulan data partisipatoris. Empat
di bawah ini cukup penting diketahui:
1. Penelitian
dan Aksi Partisipatoris (Participatory Research and Action). Metode yang
terkenal dengan istilah PRA (dulu disebut Participatory Rural Appraisal) ini
merupakan alat pengumpulan data yang sangat berkembang dewasa ini. PRA terfokus
pada proses pertukaran informasi dan pembelajaran antara pengumpul data dan
responden. Metode ini biasanya menggunakan teknik-teknik visual (penggunaan
tanaman, biji-bijian, tongkat) sebagai alat penunjuk pendataan sehingga
memudahkan masyarakat biasa (bahkan yang buta huruf) berpartisipasi. PRA
memiliki banyak sekali teknik, antara lain Lintas Kawasan, Jenjang Pilihan dan
Penilaian, Jenjang Matrik Langsung, Diagram Venn, Jenjang Perbandingan Pasangan
(Suharto, 1997; 2002; Hikmat, 2001).
2. Stakeholder
Analysis. Analisis terhadap para peserta atau pengurus dan anggota suatu
program, proyek pembangunan atau organisasi sosial tertentu mengenai isu-isu
yang terjadi di lingkungannya, seperti relasi kekuasaan, pengaruh, dan
kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan.
Metode ini digunakan terutama untuk menentukan apa masalah dan kebutuhan suatau
organisasi, kelompok, atau masyarakat setempat.
3. Beneficiary
Assessment. Pengidentifikasian masalah sosial yang melibatkan konsultasi
secara sistematis dengan para penerima pelayanan sosial. Tujuan utama
pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan partisipasi,
merancang inisiatif-inisiatif pembangunan, dan menerima masukan-masukan guna
memperbaharui sistem dan kualitas pelayanan dan kegiatan pembangunan.
4. Monitoring
dan Evaluasi Partisipatoris (Participatory Monitoring and
Evaluation). Metode ini melibatkan anggota masyarakat dari berbagai
tingkatan yang bekerjasama mengumpulkan informasi, mengidentifikasi dan
menganalisis masalah, serta melahirkan rekomendasi-rekomendasi.
LANGKAH
STRATEGIS DALAM PEMETAAN SOSIAL
1. Membuat
batasan wilayah, klasifikasi atau stratifikasi untuk memahami keseluruhan
situasi dan posisi relatif dalam konteks yang lebih luas.
2. Membuat
profil dari setiap wilayah dan kelompok sosial masyarakat dari pengaruh
budaya-budaya luar untuk menjelaskan karakteristik dari populasi dan
identifikasi faktor sosial ekonomi yang dapat memepengaruhi perkembangan fungsi
sosial masyarakat.
3. Identifikasi
masalah, potensi dan indikator dasar yg memberikan gambaran tentang bobot
masalah dan strategi alokasi sumber pada setiap wilayah/ kelompok.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN PEMETAAN SOSIAL
A.
Kelebihan pemetaan sosial :
1. Mengidentifikasi
dan mengukur kondisi modal sosial di daerah yang diteliti
2. Menganalisis
keterkaitan antara modal sosial dengan penanggulangan kemiskinan di suatu
daerah yang diteliti
3. Merumuskan
desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinan di suatu daerah
yang diteliti
B.
Kelemahan Pemetaan Sosial :
1. Lembaga
harus mempunyai aturan
Kajian
dipahami oleh masyarakat pada lembaga lembaga yang ada di desa yang sudah mapan
atau yang mempunyai aturan yang jelas . adapun paguyuban atau perkumpulan yang
ada di masyarakat kadang tidak bisa dibaca secara jelas . di samping itu
koordinasi antar anggota lembaga juga dirasa masih sangat kurang , bahkan
terkesan tidak ada kompetisi dalam memajukan masyarakat desa .
2. Tidak
bisa merubah lembaga
Mereka
menyadari , jika hanya kajian saja yang dilakukan , maka tidak bisa merubah
lembaga yang ada di lingkungan mereka. Masyarakat hanya mengetahui peran dan
fungsi lembaga secara keseluruhan yang ada di tingkat desa. Namun kajian ini
tidak sekaligus bisa atau mampu memperbaiki lembaga lembaga yang ada. Artinya
tidak semua lembaga dapat diaktifkan namun pengembangan kelembagaan harus
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal .
3. Modal
Sosial Lemah
Dalam
lembaga lembaga yang ada di tingkat desa dianggap oleh
masyarakat memiliki modal sosial yang lemah , sehingga rentan akan
ketidak aktifan .
Sejarah
Kota Depok
Asal Mula Kota Depok
Kota Depok dahulu merupakan sebuah dusun terpencil di tengah hutan belantara, yang kemudian pada tanggal 18 Mei 1696 seorang saudagar Belanda eks VOC bernama Cornelis Chastelein membeli tanah di kawasan Depk seluas 1224 hektar dengan harga 70o ringgit. Selain di Depok ia juga membeli tanah di Jatinegara, Kampung Melayu, Karang Anyer, Pejambon Mampang dan khusus tanah Depok bersifat tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan Belanda.
Sebagai
tuan tanah partikelir, Chastelein berhak mengurus tanahnya dan memerintah
sesuai dengan garis kebijaksanaan yang ditetapkannya sendiri. Dan ia memang
menyiapkan dengan sirus pemerintahannya yang sekarang digunakan sebagai rumah
sakit harapan yang terletak di jalan Pemuda.
Dengan
mengerahkan 150 orang budak yang ia dapat dari kawasan Indonesia Timur
(kalimantan, sulawesi,Bali dan sedikit Betawi). Ia menetapkan cukai
sebesar 20% dari setiap panen padi yang berlangsung.
Rupanya
Chastelein berhasil membangun Depok sampai awal abad 20. Suasana Depok memang
asri, iklim sejuk dengan hamparan sawah di sana sini. Pohon babmbu
merumpun dan jalan berbatu nampak bersih. Selama di Depok Chastelein mengawini
dua wanita pribumi. Dari salah seorang isterinya lahirlah Maria Chastelein yang
diakuinya dihadapan notaris.Kemudian seorang anaknya lagi diberi nama Catharina
van Batavia.
Padahal
ketika ia baru tiba beberapa bulan di Batavia ia menikahi seorang
gadis Belanda bernama Catharina van Vaalberg yan dikaruniai seorang putera yang
dinamakan sama dengan ayahnya Antoni Chastelein.
Chastelein
juga melancarkan misi menyebarkan agama Kristen di Depok. Dengan membangun
sebua gereja yang terbuat dari kayu pada tahun 1700. Awal abad ke-19 gereja itu
direnovasi dan hancur karena gempa pada tahun 1836. Tetapi gereja tersebut
dibangun kembali. Setelah bertahun –tahun lamanya. Gereja yang terletak di
jalan Pemuda itu masih kokoh sampai sekarang. Gereja Emmanuel begitu biasanya
ia sebut.
Selain
gereja di Depok dibangun sekolah seminari pertama di Indonesia, pada tahun
1878 sekiolah itu teah berhasil menghasilkan pendewta-pendeta baru. Dan setiap
tahunnya para penginjil itu banyak tumbuh diIndonesia. Sekarang gedung sekolah
tersebut digunakan sebagai panti wreda yang letaknya di dekat stasiun Depok
Lama.
Kembali
ke masa Chastelein, Chastelein pada waktu itu sangatlah murah hati. Buktinya
beberapa bulan sebelum ia meninggal ia sempat membuat surat wasiat
yang berisikan seluruh tanahnya uang serta emas dan hewan-hewan ternaknya
diwariskan kepada pekerjanya yang terdiri dari 12 warga.
Marga-marga
tersebut adalah Soedira, Leander, Laurens, Jonathans, Loen, Tholense, Samuel,
Joseph, Bacas, Jacob, Isakh, Zadokh.
Pada
tahun 28 Juni 1714 Chastelein wafat. Kedua belas marga tersebut masing-masing
tiap keluarga memperoleh uang sebesar 16 ringgit. Selain itu, ia juga
mewariskan 2 perangkat gamelan bertahtakan emas dan 60 tombak berlapis perak.
Namun sayangnya benda-benda itu hilang ketika revolusi terjadi.
Tak
hanya sampai disitu, isteri pertama Chastelein, Catharina van Vaalberg
menggugat atas warisan yang diberikan kepada 12 marga itu. Namun gugatannya
ditolak.
Penamaan Kota Depok
Banyak kalangan yangbingung dengan asal muasal Kota Depok. Ada yangmengatakan kata padepokanlah asal dari kata Depok. Kenapa? Karena menurut sejarah singkat KotaDepok dulu di Depok merupakan padepokan para pejuang Pajajaran yang kala itu berseteru dengan Banten dan Cirebon.
Banyak kalangan yangbingung dengan asal muasal Kota Depok. Ada yangmengatakan kata padepokanlah asal dari kata Depok. Kenapa? Karena menurut sejarah singkat KotaDepok dulu di Depok merupakan padepokan para pejuang Pajajaran yang kala itu berseteru dengan Banten dan Cirebon.
Menurut
sesepuh asli Depok, kata Depok bisa berart pemukiman yang dapat dibanggakan
atau berasal dari De Volk.
Ada juga
yan mengatakan bahwa Depok merupakan singkatan dari De Everste Protestante
Organisatie van Kristenen yang dibuat oleh Chastelein.
Namun
pendapat-pendapat di atas disanggah oleh H. Nawawi Napih, seorang warga Depok
asli yang sejak 1991 mengadakan penelitian membantah “Depok baru Dikenal” sejak
masa Cornelis membangun perkebunan di sini.
Pendapat
yang sama dikemukakan juga oleh H. Bahrudin Ibrahim dalam tulisannya di dalam
buku “Meluruskan Sejarah Depok”. Ia mengutip cerita Abraham van Riebeeck ketika
pada tahun 1703, 1704 dan 1709 mengadakan ekspedisi menyusuri sungai Ciliwung
melalui rute Batavia – Cililitan – Tanjung Barat – Seringsing (srengseng) –
Pondok Cina – Depok – Pondok Pucung (terong).
Jadi
sampai sekarang masih rancu tentang asal muasal nama Kota Depok.
Peninggalan Chastelein
Selama masa hidupnya Chastelein meninggalkan beberapa bangunan sejarah antara lain:
Selama masa hidupnya Chastelein meninggalkan beberapa bangunan sejarah antara lain:
Gereja
Immanuel lokasi di jalan Pemuda Depok
Rumah
Sakit Harapan (dahulu ada kantor pemerintahan Chastelein) lokasi di
jalan Pemuda Depok
Rumah
Cornelis Chastelein sendiri yang sekarang menjadi kantor Yayasan Cornelis
Chastelein
Serta
bangunan-bangunan para pengikut Chastelein di Depok berjumlah + 120
namun sekarang hanya ada 45 yang asli dan yang lainnya sudah direnovasi.
Sejarah Baru Depok
Bergabungnya Depok dengan RI
Perlu diketahui setelah proklamasi 17 Agustus 1945 wilayah Depok masih dalam kekuasaan Belanda. Hal ini tetap berlangsung meskipun kedaulatan Indonesia telah diakui tahun 1949.
Bergabungnya Depok dengan RI
Perlu diketahui setelah proklamasi 17 Agustus 1945 wilayah Depok masih dalam kekuasaan Belanda. Hal ini tetap berlangsung meskipun kedaulatan Indonesia telah diakui tahun 1949.
Pada
tanggal 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil daerah Het Gemeente
Bestuur van Het Particuliere Land Depok denganmembayar ganti rugi sebesar Rp.
229.261.26 kepada seluruh marga yang ada di Depok. Seluruh tanah di Kota Depok
resmi menjadi milik pemerintah Republik Indonesia kecuali hak-hak Eingendom
dan beberapa bangunan seperti: gereja, sekolah, pastoran, balai pertemuan dan
pemakaman. Dan sejak saat itu pula berdiri LCC (Lembaga Cornelis Chastelein).
Setelah
daerah kekuasaan penuh RI Depok merupakan sebuah kecamatan yang berada di bawah
lingkungan kawedanan wilayah Parung yang meliputi 21 desa.
Namun
pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun di Depok. Dan pada tahun 19881 Depok
resmi menjadi Kota Administratif. Peresmian dilakukan oleh menteri dalam negeri
pada saat itu yaitu H. Amir Mahmud.
Selama
17 tahun, Kota Administratif Depok mengalami beberapa kali pergantian walikota
yaitu:
(Alm) Drs. Rukasah
Suradimadja (1982 – 1984)
Drs. H.M.I. Tamdjid (1984 – 1988)
Drs. H. Abdul Wachyah (1988 – 1991)
Drs. H. Muhammad Masduki (1991 – 1992)
Drs. H. Sofyan Safari Hamim (1992 – 1996)
Drs. H. Badrul Kamal (1997 – 1999)
Drs. H.M.I. Tamdjid (1984 – 1988)
Drs. H. Abdul Wachyah (1988 – 1991)
Drs. H. Muhammad Masduki (1991 – 1992)
Drs. H. Sofyan Safari Hamim (1992 – 1996)
Drs. H. Badrul Kamal (1997 – 1999)
Pada
tanggal 27 April 1999 Depok secara resmi berubah menjadi Kota Depok dan Drs. H.
Badrul Kamal resmi menjadi Walikota Madya yang pertama periode 1999 – 2004.
Untuk periode 2005 – 2010 belum ada hasil pasti dari pilkada kemarin. Dua kubu
yang berseteru adalah Drs. H. Badrul Kamal dan Nur Mahmudi Ismail.
Mengenal Kota Depok
Sebelum mengenal kota Depok lebih jauh ada kiranya kita mengetahui terlebih dahulu menenal letak geografis kota Depok, dan keadaan penting lainnya di kota Depok.
Sebelum mengenal kota Depok lebih jauh ada kiranya kita mengetahui terlebih dahulu menenal letak geografis kota Depok, dan keadaan penting lainnya di kota Depok.
-
|
Luas
wilayah: 20.504.54 Ha (200,29 Km)
|
-
|
Jumlah
penduduk: 1.335.734 jiwa (tahun 2005)
|
-
|
Jumlah
Kecamatan 6 buah di antaranya adalah:
|
Pancoran Mas (6
kelurahan 5 desa)
Beji (6 kelurahan)
Sukma Jaya (11 kelurahan dan 11 desa)
Cimanggis (1 kelurahan dan 12 desa)
Sawangan (14 desa)
Limo (8 desa)
Beji (6 kelurahan)
Sukma Jaya (11 kelurahan dan 11 desa)
Cimanggis (1 kelurahan dan 12 desa)
Sawangan (14 desa)
Limo (8 desa)
-
|
Letak
geografis kota Depok:
|
|
Secara
administratif kota Depok mempunyai batasan-batasan sebagai berikut:
|
||
a.
|
Sebelah
utara berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang
|
|
b.
|
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bojonggede dan Cibinong Kabupaten Bogor
|
|
c.
|
Sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur dan Parung Kabupaten Bogor
|
|
d.
|
Sebelah
Timur berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor dan Kecamatan
Pondok Gede Kota Bekasi
|
|
-
|
Daerah
wisata di Kota Depok:
|
|
a.
|
Hutan
raya Pancoran Mas
|
|
b.
|
Kawasan
pemancingan yang tersebar di seluruh kota Depok
|
|
c.
|
Depok
Lama (rumah peninggalan Chastelein) dan bangunan tempo dulu
|
|
d.
|
Studio
Alam TVRI.
|
Tumbuh
Kembang Kota Depok
Pada tahun 1976 Presiden Soeharto meresmikan perumnas di Depok dan pada saat itu penduduk di Kota Depok hanya sekitar 100.000 jiwa saja.
Pada tahun 1976 Presiden Soeharto meresmikan perumnas di Depok dan pada saat itu penduduk di Kota Depok hanya sekitar 100.000 jiwa saja.
Namun
setelah ada keputusan resmi mengenai pemindahan sebagian besar kegiatan
akademis UniversitasIndonesia ke Depok yang akan menempati areal seluas
318 hektar pada tanggal 5 September 1987 menjadi faktor
pertumbuhan kota Depok seperti sekaranga. Kala itu jumlah penduduk
hanya di bawah 700.000 jiwa.
Dahulu
pemerintah meramalkan Depok pada tahun 2005 ini dihuni tidak lebih dari 800.000
jiwa. Namun pada daya ternyata sampai semester pertama tahun 2005 ini jumlah
penduduk kota Depok telah mencapai 1.335.734 jiwa. Angka pertumbuhan
yang menakjubkan bukan?
Saat
ini perbandingan lahan terbuka hijau dengan kawasan terbangun adalah 55 : 45.
Sampai dengan tahun 2010 pemerintah Depok mengalokasikan 50%
areal kota untuk kawasan hijau dan sisanya sebagai kawasan terbangun.
Angka yang tinggi dibanding kota-kota penunjang jakarta lainnya.
Untuk
perencanaan pembangunan perumahan Pemkot Kota Depok telah memperkirakan
kebutuhan penggunaan tanah untuk perumahan seluas 6.024 hektar atau
sekitar 30% dari total wilayah pada tahun 2010 menjadi 90.667unit.
Untuk
penggunaan lahan industri Pemkot Depok telah menyedakan lahan seluas 690 hektar
atau hanya sekitar 3% dari lahan kota Depok dan hanya dibatasi sampai 5,49%
pada tahun 2010. Kegiatan industri di Depok dibatasi karena Depok dirancang
menjadi kota perumahan, perdagangan, dan jasa.
Untuk
masalah anggaran belanjda darah, Depok menganggar-kan dana terbesar pada sektor
kesehatan dan pendidikan yaitu Rp. 94 milyar (24%). Dan sektor pekerjaan umum
termasuk pemukiman Rp. 87 milyar (22,9%), sektor industri hanya mendapat 0,9% /
3,4 milyar. Sisanya dianggarkan untuk pembangunan.
Problematika Kota Depok
Setelah diberi hak otonom permasalahan yang dihadapi oleh Pemkot Depok semakin kompleks saja. Sebagaikota penunjang DKI Jakarta wajar bila laju pertumbuhan penduduk dankebutuhan pemukiman di Kota Depok meningkat tajam. Pemkot Depok menyikapi masalah ini secara serius. Ini terlihat dari banyaknya perumahan yang berdiri di Kota Depok. Dan hadirnya pusat perbelanjaan di Kota Depok.
Setelah diberi hak otonom permasalahan yang dihadapi oleh Pemkot Depok semakin kompleks saja. Sebagaikota penunjang DKI Jakarta wajar bila laju pertumbuhan penduduk dankebutuhan pemukiman di Kota Depok meningkat tajam. Pemkot Depok menyikapi masalah ini secara serius. Ini terlihat dari banyaknya perumahan yang berdiri di Kota Depok. Dan hadirnya pusat perbelanjaan di Kota Depok.
Meksipun
tidak semua permasalahan tertangani oleh Pemkot Depok, kita ambil contoh
masalah persampahan di Kota Depok yang sangat tinggi. Dinas Kebersihan dan
pertamanan kota Depok hanya dapat melayani 40% dari total seluruh
timbunan sampah. Kemudian masalah air bersih yang hanya mencakupi 54,26% dari
keseluruhan kebutuhan warga.
Masalah
yang lebih kompleks lagi adalah kemacetan yang sering terjadi di Kota Depok.
Kemacetan tidak lepas dari tanggung jawab kita semua sebagai warga. Namun,
pemerintah Depok hendaknya memperhatikan masalah ini secara serius karena
banyaknya penduduk Depok yang notabene mencari nafkah di Kota Jakarta dan
sekitarnya mengeluhkan masalah kemacetan yang terjadi ketika mereka keluar dari
rumahnya. Hal itu menyebabkan terlambat sampai pada tujuan yang mereka tuju.
Banyak
kalangan yang menilik masalah kemacetan di Kota Depok diakibatkan oleh
banyaknya jumlah kendaraan yang keluar masuk koa Depok. Kemudian tidak
tertibnya para pengguna jasa angkutan umum yang sering berhenti di tengah jalan
danmencari penumpang di tengah jalan. Dan hadirnya pusat perbelanjaan baru seperti
ITC Depok yangmenyebabkan macet. Belum lagi Depok Town Square yang
sebentar lagi akan rampung dibangun. Bisa dibayangkan kemacetan di Depok akan
bertambah. Kiranya Pemkot Depok telah menyiapkan langkah-langkah untuk
mengantisipasi kemacetan tersebut.
sumber : http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_18.htm
http://bpsnt-bandung.blogspot.co.id/2009/10/mengenal-kota-depok.html#.VwSWmaSLQdU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar